medcom.id, Jakarta: Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Metro Jaya Irjen Tito Karnavian membantah Dedi,33, adalah korban salah tangkap kasus pengeroyokan oleh Polres Jakarta Timur. Tito mengatakan, penangkapan Dedi sesuai dengan kriteria dan mekanisme yang berlaku.
"Saya ingin jelaskan, bahwa yang bersangkutan betul ditangkap oleh Polres Jakarta Timur dalam dugaan kasus pengeroyokan, yang mengakibatkan korban meninggal dunia," kata Tito kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (2/8/2015) malam.
Selang penangkapan Dedi, Tito menambahkan, kuasa hukum Dedi langsung melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Praperadilan itu, untuk membuktikan penangkapan tersebut sah atau tidak sah.
"Dan saya mendapatkan laporan, praperadilan PN Jakarta Timur, gugatan dari kuasa hukum tersangka ditolak. Artinya penangkapan yang dilaksanan Polres Jakarta Timur itu sah. Kalau gugatanya diterima, maka penangkapan dianggap tidak sah, itu yang disebut dalam bahasa pasarnya, salah tangkap," terang Tito.
Dari sana, kata Tito perkara Dedi berlanjut ke PN Jakarta Timur dan hasilnya Hakim menyatakan Dedi bersalah. Lalu saat di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Dedi akhirnya menang dan dibebaskan dari segala tuduhan.
"Tapi proses peradilan belum final. Masih ada upaya yang lain. Belum inkracht. Yaitu, jaksa masih dapat melakukan kasasi. Nah, kalau belum inkracht, kurang tepat kalau seandainya terdakwa dinyatakan tidak bersalah," ungkap dia.
Ke depan, seandainya jaksa penuntut umum yang menangani pekara ini tak kunjung melakukan kasasi, maka yang terjadi bukanlah salah tangkap. Tito menegaskan hal itu adalah potensi terjadinya miscarriage of justice atau peradilan sesat.
Karena, sudah melewati tahap penyidikan hingga penuntutan dan peradilan dari sejumlah instansi. Adalah Polres Jakarta Timur, Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan PN Jakarta Timur.
"Kalau terjadi miscarriage of justice, maka otomatis, tiga instansi ini perlu melakukan pemeriksaan internal. Di mana kesalahan prosedurnya," ujar dia.
"Dan itu, tidak bisa hanya disalahkan satu pihak saja, yaitu kepolisian," imbuh dia.
Namun, Tito meyakinkan bahwa proses penyidikan yang dilakukan pihaknya, Polres Jaktim, sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Hal itu didukung oleh Kejaksaan Negeri yang mengeluarkan produk hukum yang bernama P21, bukan P18 atau 19.
"Artinya, berdasarkan penilaian dan kewenangan Jaksa Penuntut Umum, penyidikan yang dilakukan Polres Jaktim, sudah cukup dan sesuai kriteria yang berlaku. Jadi penyidikannya sah," tukas dia.
Diberitakan, Dedi menjadi korban kasus salah tangkap yang dilakukan penyidik Polres Jakarta Timur pada September 2014 lalu. Dia dibebaskan, Kamis, 30 Juli, karena tidak terbukti bersalah.
Dedi bekerja sebagai tukang ojek di kawasan Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur. Pada 25 September 2014, ia dijemput polisi dengan tuduhan mengeroyok hingga menyebabkan korban meninggal.
Namun, pada 6 Juli 2015, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui putusan Nomor 142/PID/2015/PT.DKI menyatakan Dedi tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan atas tindak pengeroyokan tersebut.
medcom.id, Jakarta: Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Metro Jaya Irjen Tito Karnavian membantah Dedi,33, adalah korban salah tangkap kasus pengeroyokan oleh Polres Jakarta Timur. Tito mengatakan, penangkapan Dedi sesuai dengan kriteria dan mekanisme yang berlaku.
"Saya ingin jelaskan, bahwa yang bersangkutan betul ditangkap oleh Polres Jakarta Timur dalam dugaan kasus pengeroyokan, yang mengakibatkan korban meninggal dunia," kata Tito kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (2/8/2015) malam.
Selang penangkapan Dedi, Tito menambahkan, kuasa hukum Dedi langsung melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Praperadilan itu, untuk membuktikan penangkapan tersebut sah atau tidak sah.
"Dan saya mendapatkan laporan, praperadilan PN Jakarta Timur, gugatan dari kuasa hukum tersangka ditolak. Artinya penangkapan yang dilaksanan Polres Jakarta Timur itu sah. Kalau gugatanya diterima, maka penangkapan dianggap tidak sah, itu yang disebut dalam bahasa pasarnya, salah tangkap," terang Tito.
Dari sana, kata Tito perkara Dedi berlanjut ke PN Jakarta Timur dan hasilnya Hakim menyatakan Dedi bersalah. Lalu saat di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Dedi akhirnya menang dan dibebaskan dari segala tuduhan.
"Tapi proses peradilan belum final. Masih ada upaya yang lain. Belum
inkracht. Yaitu, jaksa masih dapat melakukan kasasi. Nah, kalau belum
inkracht, kurang tepat kalau seandainya terdakwa dinyatakan tidak bersalah," ungkap dia.
Ke depan, seandainya jaksa penuntut umum yang menangani pekara ini tak kunjung melakukan kasasi, maka yang terjadi bukanlah salah tangkap. Tito menegaskan hal itu adalah potensi terjadinya
miscarriage of justice atau peradilan sesat.
Karena, sudah melewati tahap penyidikan hingga penuntutan dan peradilan dari sejumlah instansi. Adalah Polres Jakarta Timur, Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan PN Jakarta Timur.
"Kalau terjadi
miscarriage of justice, maka otomatis, tiga instansi ini perlu melakukan pemeriksaan internal. Di mana kesalahan prosedurnya," ujar dia.
"Dan itu, tidak bisa hanya disalahkan satu pihak saja, yaitu kepolisian," imbuh dia.
Namun, Tito meyakinkan bahwa proses penyidikan yang dilakukan pihaknya, Polres Jaktim, sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Hal itu didukung oleh Kejaksaan Negeri yang mengeluarkan produk hukum yang bernama P21, bukan P18 atau 19.
"Artinya, berdasarkan penilaian dan kewenangan Jaksa Penuntut Umum, penyidikan yang dilakukan Polres Jaktim, sudah cukup dan sesuai kriteria yang berlaku. Jadi penyidikannya sah," tukas dia.
Diberitakan, Dedi menjadi korban kasus salah tangkap yang dilakukan penyidik Polres Jakarta Timur pada September 2014 lalu. Dia dibebaskan, Kamis, 30 Juli, karena tidak terbukti bersalah.
Dedi bekerja sebagai tukang ojek di kawasan Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur. Pada 25 September 2014, ia dijemput polisi dengan tuduhan mengeroyok hingga menyebabkan korban meninggal.
Namun, pada 6 Juli 2015, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui putusan Nomor 142/PID/2015/PT.DKI menyatakan Dedi tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan atas tindak pengeroyokan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)