Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap politisi Golkar, Fayakhun Andriadi. KPK telah mengajukan perpanjangan pencegahan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM pada 13 Desember 2017.
"Karena pencegahan sebelumnya akan berakhir pada 20 Desember 2017," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 28 Desember 2017.
Febri mengatakan, masa perpanjangan pencegahan terhadap Anggota DPR itu berlaku enam bulan setelah masa pencegahan pertama habis pada 20 Desember 2017. Perpanjangan pencegahan dilakukan untuk kepentingan penuntutan dan persidangan kasus korupsi pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), dengan tersangka Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan.
"Dicegah ke luar negeri selama enam bulan sejak berakhirnya pencegahan pertama," tambah Febri.
Fayakhun pernah diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan. Nama anggota Komisi I DPR itu juga beberapa kali disebut dalam persidangan terhadap terkdawa penyuap pejabat Bakamla. Belum diketahui secara rinci keterlibatan anggota Fraksi Partai Golkar di DPR itu.
Pencegahan bepergian ke luar Negeri terhadap Fayakahun pertama kali diterbitkan akhir Juni 2017. Kala itu, pencegahan dilakukan guna kepentingan penyidikan kasus suap pejabat Bakamla.
Baca: KPK Telusuri Keberadaan Fahmi Habsyi dari Sejumlah Saksi
Selain Fayakhun, KPK juga memperpanjang pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap seseorang bernama Erwin Arief. Ia merupakan Managing Director PT Rohde & Scwarz Indonesia.
KPK menetapakan Nofel Hasan selaku kepala biro perencanaan dan organisasi Bakamla sebagai tersangka pada 12 April 2017. Penetapan tersangka Nofel merupakan pengembangan kasus suap di Bakamla.
Nofel yang juga pejabat pembuat komitmen, diduga bersama-sama menerima hadiah atau janji untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya terkait pengadaan satelit monitoring di Bakamla APBN-P 2016. Pengadaan memakan anggaran hingga Rp220 miliar.
Dalam kasus ini, Nofel diduga menerima suap sebesar USD104.500. Atas perbuatannya, Nofel disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ob3AlemK" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap politisi Golkar, Fayakhun Andriadi. KPK telah mengajukan perpanjangan pencegahan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM pada 13 Desember 2017.
"Karena pencegahan sebelumnya akan berakhir pada 20 Desember 2017," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 28 Desember 2017.
Febri mengatakan, masa perpanjangan pencegahan terhadap Anggota DPR itu berlaku enam bulan setelah masa pencegahan pertama habis pada 20 Desember 2017. Perpanjangan pencegahan dilakukan untuk kepentingan penuntutan dan persidangan kasus korupsi pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), dengan tersangka Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan.
"Dicegah ke luar negeri selama enam bulan sejak berakhirnya pencegahan pertama," tambah Febri.
Fayakhun pernah diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan. Nama anggota Komisi I DPR itu juga beberapa kali disebut dalam persidangan terhadap terkdawa penyuap pejabat Bakamla. Belum diketahui secara rinci keterlibatan anggota Fraksi Partai Golkar di DPR itu.
Pencegahan bepergian ke luar Negeri terhadap Fayakahun pertama kali diterbitkan akhir Juni 2017. Kala itu, pencegahan dilakukan guna kepentingan penyidikan kasus suap pejabat Bakamla.
Baca: KPK Telusuri Keberadaan Fahmi Habsyi dari Sejumlah Saksi
Selain Fayakhun, KPK juga memperpanjang pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap seseorang bernama Erwin Arief. Ia merupakan Managing Director PT Rohde & Scwarz Indonesia.
KPK menetapakan Nofel Hasan selaku kepala biro perencanaan dan organisasi Bakamla sebagai tersangka pada 12 April 2017. Penetapan tersangka Nofel merupakan pengembangan kasus suap di Bakamla.
Nofel yang juga pejabat pembuat komitmen, diduga bersama-sama menerima hadiah atau janji untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya terkait pengadaan satelit monitoring di Bakamla APBN-P 2016. Pengadaan memakan anggaran hingga Rp220 miliar.
Dalam kasus ini, Nofel diduga menerima suap sebesar USD104.500. Atas perbuatannya, Nofel disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)