medcom.id, Jakarta: Penyidik Kejaksaan Agung hari ini memeriksa bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo soal dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom pada 2007-2009. Hary tiba di kantor Kejaksaan Agung tanpa bicara ke media.
"Nanti ya, kalau sudah selesai pemeriksaan," kata Hary di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis 6 Juli 2017.
Hotman Paris, kuasa hukum Hary, mengatakan, proses hukum kasus ini sudah dihentikan berdasarkan putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 Desember 2016, namun sekarang kembali dibuka. Ia merasa ada yang janggal.
"Itu perintah pengadilan, kok tiba-tiba dipanggil lagi," ujar Hotman saat menemani Hary di Kejaksaan Agung.
Klik: Hary Tanoe Laporkan Jaksa Agung ke Bareskrim
Praperdilan diajukan Komisaris PT Bhakti Investama Hary Djaja dan mantan Direktur Mobile 8 Telecom Anthony Candra. Hakim tunggal mengabulkan gugatan kedua dan memerintahkan untuk menghentikan penyidikan karena kasus itu lebih mengarah ke penyidik pajak.
Setelah putusan pengadilan, Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru kepada Hary dan Anthony. Dasarnya adalah Kejaksaan Agung menilai perkara PT Mobile 8 Telecom bukan pajak, melainkan murni tindak pidana korupsi.
PT Mobile 8 Telecom diduga memanipulasi transaksi penjualan produk telekomunikasi di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya PT DNK senilai Rp80 miliar selama 2007-2009.
Pada Desember 2007, Mobile 8 Telecom dua kali mentransfer uang masing-masing Rp50 miliar dan Rp30 miliar. Untuk mengemas seolah-olah terjadi transaksi perdagangan, PT Mobile 8 membuat purchase order pemesanan barang dari PT DNK.
Pertengahan 2008, PT DNK kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan nilai total Rp114.986.400.000. Padahal PT DNK tidak pernah bertransaksi sebesar itu, tidak pernah menerima barang, dan bahkan tidak pernah melakukan pembayaran.
Diduga faktur pajak yang diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT DNK digunakan oleh PT Mobile 8 untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta.
Pada 2009, PT Mobile 8 Telecom diduga menerima pembayaran restitusi sebesar Rp10.748.156.345.
medcom.id, Jakarta: Penyidik Kejaksaan Agung hari ini memeriksa bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo soal dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom pada 2007-2009. Hary tiba di kantor Kejaksaan Agung tanpa bicara ke media.
"Nanti ya, kalau sudah selesai pemeriksaan," kata Hary di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis 6 Juli 2017.
Hotman Paris, kuasa hukum Hary, mengatakan, proses hukum kasus ini sudah dihentikan berdasarkan putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 Desember 2016, namun sekarang kembali dibuka. Ia merasa ada yang janggal.
"Itu perintah pengadilan, kok tiba-tiba dipanggil lagi," ujar Hotman saat menemani Hary di Kejaksaan Agung.
Klik: Hary Tanoe Laporkan Jaksa Agung ke Bareskrim
Praperdilan diajukan Komisaris PT Bhakti Investama
Hary Djaja dan mantan Direktur Mobile 8 Telecom Anthony Candra. Hakim tunggal mengabulkan gugatan kedua dan memerintahkan untuk menghentikan penyidikan karena kasus itu lebih mengarah ke penyidik pajak.
Setelah putusan pengadilan, Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru kepada Hary dan Anthony. Dasarnya adalah Kejaksaan Agung menilai perkara PT Mobile 8 Telecom bukan pajak, melainkan murni tindak pidana korupsi.
PT Mobile 8 Telecom diduga memanipulasi transaksi penjualan produk telekomunikasi di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya PT DNK senilai Rp80 miliar selama 2007-2009.
Pada Desember 2007, Mobile 8 Telecom dua kali mentransfer uang masing-masing Rp50 miliar dan Rp30 miliar. Untuk mengemas seolah-olah terjadi transaksi perdagangan, PT Mobile 8 membuat purchase order pemesanan barang dari PT DNK.
Pertengahan 2008, PT DNK kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan nilai total Rp114.986.400.000. Padahal PT DNK tidak pernah bertransaksi sebesar itu, tidak pernah menerima barang, dan bahkan tidak pernah melakukan pembayaran.
Diduga faktur pajak yang diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT DNK digunakan oleh PT Mobile 8 untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta.
Pada 2009, PT Mobile 8 Telecom diduga menerima pembayaran restitusi sebesar Rp10.748.156.345.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)