(Kiri ke kanan) M. Rusliansyah, Dedy Nuryadi, Yudiswan, Irwansyah Siregar, Doni Y Siregar yang menjadi korban kasus kekerasan Novel Baswedan mempertanyakan kasus mereka yang tak pernah selesai. Foto: MTVN/Deny Irwanto
(Kiri ke kanan) M. Rusliansyah, Dedy Nuryadi, Yudiswan, Irwansyah Siregar, Doni Y Siregar yang menjadi korban kasus kekerasan Novel Baswedan mempertanyakan kasus mereka yang tak pernah selesai. Foto: MTVN/Deny Irwanto

Suara Pencuri Sarang Walet Korban Novel Kembali Bergema

Deny Irwanto • 22 Agustus 2017 22:23
 medcom.id, Jakarta: Kasus penembakan pencuri sarang burung walet yang dilakukan Novel Baswedan saat masih menjabat Kasat Reskrim Polresta Bengkulu pada 2004 kembali berbunyi. Setelah 13 tahun kasusnya berjalan, orang yang sempat dituduh sebagai pencuri sekaligus korban kekerasan Novel saat itu kembali bersuara.
 
Para pelaku yakni Irwansyah, M. Rusliansyah, Dedy Nuryadi, Doni Y Siregar, Rizal Sinurat, dan Yulian Yohanes. Bahkan di antara mereka mengaku ditembak bagian kaki meski telah mengakui kesalahannya. Tak hanya itu, rekan mereka bernama Yulian Yohanes meninggal dunia akibat kehabisan darah usai ditembak.
 
"Ini nyata fakta tidak ada yang direkayasa dan satu orang ada yang salah tangkap. Pada 18 Februari 2004 kami melakukan pencurian sarang walet dan tertangkap tangan tapi tidak melakukan perlawanan. Kami dibawa masuk ke mobil dengan ditendang, di dalam mobil diinjak-injak," kata Irwansyah di kawasan SCBD Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, (22/8/2017).
 
Sesampainya mereka di Polres Bengkulu, kekerasan fisik tetap dilakukan oleh oknum kepolisian tersebut hingga tengah malam yang mereka klaim atas sepengetahuan Novel.
 
"Sampai di Polresta Bengkulu kami dicampakkan disuruh buka baju hanya mengenakan celana dalam, tanpa ada pertanyaan digebuki lagi sampai jam 11 malam, kami ditidurkan berenam digilas pakai motor dilandaskan dengan papan sampai dinaikkan yang mana disetrum kemaluan kami," beber Irwansyah.
 
Pertanyakan penghentian kasus
 
Sementara itu Pengacara para korban, Yudiswan mengatakan ada yang aneh dengan kasus tesebut. Ia mempertanyakan kasus yang sudah siap disidangkan oleh Pengadilan Negeri Bengkulu mendadak dihentikan tanpa sebab.
 
Bahkan, katanya, Ketua PN Bengkulu telah mengeluarkan SK hakim yang menangani dan sudah mengeluarkan jadwal sidang. Namun, tiba-tiba jaksa minta berkas perbaikan dakwaan sehingga berkas dikembalikan dan malah dihentikan penuntutan.
 
"Tetap harus jalan kalau secara hukum, dibawa kemana pun, dibolak-balik KUHP tetap harus dijalankan (disidangkan). Saya akan terus berjuang, sampai 10 tahun lagi, saya akan tetap kejar kasus ini," kata Yudiswan.
 
Dengan begitu perkara sudah teregister atau sudah terdaftar di Kejaksaan Negeri Bengkulu. Setelah itu, PN Bengkulu mengeluarkan SK bahwa mereka yang menangani dan menunjuk hakim untuk menjadwalkan sidang.
 
"Tapi sekoyong-konyong tanpa angin tanpa badai jaksa meminta berkas untuk perbaikan dakwaan,sah-sah saja secara hukum tetapi anehnya berkas dikembalikan bahkan jaksa menhatakan untuk tidak oenuntutan," tuturnya.
 
Dengan alasan itu dirinya mengajukan praperadilan yang akhirnya dimenangkan pihaknya. "Akhirnya Alhamdulilah berkat pertolongan Allah SWT gugatan saya dikabulkan, isi daripada gugatan putusannya 'saudara jaksa penutut umum segera mengembalian berkas dakwaan berserta berkas-berkas lainnya untuk segera dilakukan penuntutan' nah sampai sekarang itu diam," jelas Yudiswan.
 
Mereka Rabu, 23 Agustus 2017 akan menghadap ke Presiden Joko Widodo untuk menyerahkan surat permintaan keadilan yang mereka sebut 'Surat Kecil Untuk Wakil Tuhan'.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan