Jakarta: Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah berhasil mengembalikan aset dalam bentuk tanah seluas 39.005.542 meter persegi (m2) atau senilai Rp28,377 triliun terkait kasus penanganan hak tagih negara dana BLBI.
“Kasus ini hampir hilang, tagihan negara Rp110 triliun itu terbengkalai selama, kalau sampai sekarang (2023) itu 22 tahun," ujar Mahfud melalui keterangan tertulis yang diterima, Rabu, 22 Februari 2023.
Selain aset, Mahfud memerinci terdapat penyetoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari obligor/debitur ke kas negara, penyitaan dan penguasaan fisik aset, serta penyerahan aset. Kerja Satgas BLBI akan berakhir pada Desember 2023.
"Ketika rapat pertama itu kami, saya, Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Pak Luhut (Menko Kemaritiman dan Investasi), dan para Dirjen Eselon I ada yang mengatakan, kalau dapat 10 persen saja sudah hebat. Sekarang sudah 29 persen dan kita masih punya waktu,” kata dia.
Baca: Mahfud MD: Tidak Ada Negosiasi dalam Mempertahankan NKRI |
Mahfud menegaskan pencapaian hak tagih negara berhasil dilakukan baik melalui penerimaan pembayaran dari obligor atau debitur. Lalu, untuk penguasaan dan pelelangan aset eks BLBI, ia menegaskan harus transparan dan diketahui oleh masyarakat.
“Bayangkan 22 tahun orang tidak ditagih karena digantung di pengadilan, itu aset-asetnya banyak yang hilang. Ada yang sudah dialinkan, ada yang dulu hanya berbentuk pernyataan utang lalu wujud asetnya tidak ada, lalu ada sertifikat tapi barangnya tidak ada,” kata Mahfud.
Mahfud mengakui bahwa negara mengalami sejumlah hambatan dalam kasus BLBI, antara lain memastikan terjadinya piutang dan besaran jumlah piutang yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Pasalnya, ada data yang tidak lengkap dan barang jaminan yang tidak diketahui lokasinya. Menurut dia, perlu keterlibatan pemangku kepentingan lain dalam memastikan masalah piutang negara tersebut.
"Ditjen Adminitrasi Hukum Umum (AHU) dan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil dapat memastikan pelacakan pemutakhiran status badan hukum perusahaan dan data kependudukan. Jaksa Agung Pidana Umum Kejaksaan Agung dapat memberikan pendapat mengenai tindakan dan langkah hukum yang akan ditempuh," jelas dia.
Sementara itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) diminta memastikan status kepemilikan hak-hak atas tanah beserta batas-batasnya. Sedangkan Polri, Badan Intelejen Negara (BIN), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa melacak aset dan transaksi keuangan para obligor.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di