Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. ANT/Adam Bariq.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. ANT/Adam Bariq.

KPK Sebut Revisi UU Tipikor Lebih Mendesak

Faisal Abdalla • 06 September 2019 17:56
Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum dibutuhkan. Revisi terhadap Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dinilai lebih mendesak.
 
"Yang lebih prioritas itu bukan mengubah UU KPK, tetapi yang jelas seperti yang diminta piagam PBB yaitu UU Tindak Pidana Korupsi," kata Saut di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Jumat, 6 September 2019.
 
Saut mengacu pada United Nations Convention against Corruption (UNCAC). Indonesia sudah meratifikasi kesepakatan dalam UNCAC sejak 2006. Namun, UU Tipikor yang dimiliki saat ini belum sepenuhnya mengakomodir kesepakatan dalam UNCAC. Ia meminta DPR fokus menyempurnakan UU Tipikor.

"Pemberantasan korupsi sebagaimana diminta oleh piagam PBB yang sudah kita tandatangani itu di antaranya menjelaskan tentang trading influence, private projector, kemudian asset recovery, kemudian hal-hal lain menyangkut dengan perdagangan pengaruh," ujarnya.
 
Sebelumnya, rapat paripurna DPR menyetujui pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Utut Adianto yang dihadiri 77 anggota dari total 560 anggota DPR.
 
KPK langsung merespons rencana revisi undang-undang tersebut. Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut ada sembilan poin draf revisi undang-undang yang berpotensi ‘menyunat’ kewenangan Lembaga Antirasuah memberangus praktik korupsi. Agus menilai nasib KPK berada di ujung tanduk jika undang-undang itu disahkan.
 
Sembilan poin yang dipermasalahkan KPK yakni:
 
1. Independensi KPK terancam 
2. Penyadapan dipersulit dan dibatasi 
3. Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih DPR 
4. Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi
5. Penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung 
6. Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria 
7. Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas
8. Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan 
9. Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan