Jakarta: Solidaritas Pembela HAM menilai pengacara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Veronica Koman memiliki hak menyampaikan informasi terkait kericuhan di Asrama Papua Surabaya. Informasi yang disebarkan melalui media sosial itu didapat langsung dari mahasiswa Papua di Surabaya.
"Jadi apa yang diinformasikan Veronica Koman adalah sesuatu yang fakta bukan sebuah informasi tidak benar atau direkayasa," kata anggota Solidaritas Pembela HAM Tigor Hutapea di Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Jakarta Selatan, Rabu, 18 September 2019.
Alasan lainnya, kata Tigor, Veronica Koman sudah menjadi pengacara AMP sejak 2018. Hal itu membuat Veronica memiliki hak menyebarkan informasi kericuhan di asrama melalui akun Twitter pribadinya.
Tigor juga menyayangkan penetapan tersangka dari Polda Jawa Timur terhadap Veronica Koman. Penetapan itu melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
"Penetapan tersangka yang diterapkan kepada Veronica Koman suatu tindakan yang menurut kami abuse ya, sewenang-wenang kepada seorang advokat maupun seorang pembela HAM," kata Tigor.
Pernyataan Tigor diamini Mahasiswa Papua Surabaya Dorlince Iyowau. Ia menegaskan mahasiswa Papua memberikan informasi di tempat kejadian perkara kepada Veronica.
"Pada saat insiden tanggal 16-17 (Agustus), kami memberikan data informasi dari TKP langsung ke kuasa hukum kami (Veronica Koman) supaya mengadvokasi kami," tutur Dorlince.
Dorlince mengatakan penetapan tersangka terhadap Veronica merupakan upaya kriminalisasi. Ia meminta Veronica dibebaskan tanpa syarat.
Sebelumnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) melaporkan Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Timur (Jatim) ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Mereka mengadu terkait kasus mahasiswa Papua di Jakarta dan advokat Veronica Koman.
LSM ini meliputi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Civil Liberty Defender (CLD), Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), LBH Apik, Amnesty International Indonesia, Yayasan Satu Keadilan (YSK), dan LBH Jakarta.
Jakarta: Solidaritas Pembela HAM menilai pengacara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Veronica Koman memiliki hak menyampaikan informasi terkait kericuhan di Asrama Papua Surabaya. Informasi yang disebarkan melalui media sosial itu didapat langsung dari mahasiswa Papua di Surabaya.
"Jadi apa yang diinformasikan Veronica Koman adalah sesuatu yang fakta bukan sebuah informasi tidak benar atau direkayasa," kata anggota Solidaritas Pembela HAM Tigor Hutapea di Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Jakarta Selatan, Rabu, 18 September 2019.
Alasan lainnya, kata Tigor, Veronica Koman sudah menjadi pengacara AMP sejak 2018. Hal itu membuat Veronica memiliki hak menyebarkan informasi kericuhan di asrama melalui akun
Twitter pribadinya.
Tigor juga menyayangkan penetapan tersangka dari Polda Jawa Timur terhadap Veronica Koman. Penetapan itu melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
"Penetapan tersangka yang diterapkan kepada Veronica Koman suatu tindakan yang menurut kami abuse ya, sewenang-wenang kepada seorang advokat maupun seorang pembela HAM," kata Tigor.
Pernyataan Tigor diamini Mahasiswa Papua Surabaya Dorlince Iyowau. Ia menegaskan mahasiswa Papua memberikan informasi di tempat kejadian perkara kepada Veronica.
"Pada saat insiden tanggal 16-17 (Agustus), kami memberikan data informasi dari TKP langsung ke kuasa hukum kami (Veronica Koman) supaya mengadvokasi kami," tutur Dorlince.
Dorlince mengatakan penetapan tersangka terhadap Veronica merupakan upaya kriminalisasi. Ia meminta Veronica dibebaskan tanpa syarat.
Sebelumnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) melaporkan Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Timur (Jatim) ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Mereka mengadu terkait kasus mahasiswa Papua di Jakarta dan advokat Veronica Koman.
LSM ini meliputi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Civil Liberty Defender (CLD), Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), LBH Apik, Amnesty International Indonesia, Yayasan Satu Keadilan (YSK), dan LBH Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)