Jakarta: Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut perempuan dan anak kerap menjadi korban dalam perkawinan yang tidak sehat. Persoalan itu didasari kurangnya kemampuan pasangan suami istri memahami esensi perkawinan.
"Kedudukan perempuan menjadi sangat lemah sehingga tidak memiliki posisi tawar dalam mengelola keluarga," ujar Ma'ruf dalam dalam Seminar Nasional dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia secara virtual, Kamis, 18 Maret 2021.
Ma'ruf menuturkan perempuan secara umum menggantungkan aspek ekonomi kepada pasangannya. Perempuan kerap tidak memiliki kesempatan menyediakan gizi yang baik untuk keluarga dan anak-anaknya.
"Contoh yang ekstrem, pengeluaran keluarga justru lebih banyak dihabiskan untuk rokok, ketimbang membeli makanan bergizi ataupun membiayai pendidikan," beber dia.
(Baca: Diskriminatif Terhadap Perempuan, UU ITE Mesti Direvisi)
Ma'ruf menilai persoalan itu dapat ditangani melalui peran pendidikan. Perempuan yang mengenyam pendidikan memiliki posisi tawar lebih besar dalam berumah tangga.
"Peran pendidikan menjadi kunci untuk membangun kemampuan dan kematangan individu," ujar dia.
Ma'ruf menyebut kurangnya kemampuan memahami perkawinan berpotensi menimbulkan dampak negatif. Seperti acaman kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga anak yang mengalami stunting akibat tidak terpenuhi kebutuhan nutrisinya.
"Bagi pasangan yang hendak membangun mahligai rumah tangga hendaknya mempunyai ilmu dan kesadaran," tegas dia.
Jakarta: Wakil Presiden
Ma'ruf Amin menyebut perempuan dan anak kerap menjadi korban dalam perkawinan yang tidak sehat. Persoalan itu didasari kurangnya kemampuan pasangan suami istri memahami esensi perkawinan.
"Kedudukan perempuan menjadi sangat lemah sehingga tidak memiliki posisi tawar dalam mengelola keluarga," ujar Ma'ruf dalam dalam Seminar Nasional dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia secara virtual, Kamis, 18 Maret 2021.
Ma'ruf menuturkan perempuan secara umum menggantungkan aspek ekonomi kepada pasangannya. Perempuan kerap tidak memiliki kesempatan menyediakan gizi yang baik untuk keluarga dan anak-anaknya.
"Contoh yang ekstrem, pengeluaran keluarga justru lebih banyak dihabiskan untuk rokok, ketimbang membeli makanan bergizi ataupun membiayai pendidikan," beber dia.
(Baca:
Diskriminatif Terhadap Perempuan, UU ITE Mesti Direvisi)
Ma'ruf menilai persoalan itu dapat ditangani melalui peran pendidikan. Perempuan yang mengenyam pendidikan memiliki posisi tawar lebih besar dalam berumah tangga.
"Peran pendidikan menjadi kunci untuk membangun kemampuan dan kematangan individu," ujar dia.
Ma'ruf menyebut kurangnya kemampuan memahami perkawinan berpotensi menimbulkan dampak negatif. Seperti acaman kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga (
KDRT), hingga anak yang mengalami stunting akibat tidak terpenuhi kebutuhan nutrisinya.
"Bagi pasangan yang hendak membangun mahligai rumah tangga hendaknya mempunyai ilmu dan kesadaran," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)