"Pola penanganan pelaku penyalahgunaan narkotika lebih tepat apabila mendapatkan rehabilitasi, bukan dihukum penjara. Ini sejalan dengan semangat kebijakan penerapan keadilan restoratif narkotika," kata Burhanuddin di Jakarta, Selasa, 28 Juni 2022.
Burhanuddin menjelaskan tujuan dari penerapan keadilan restoratif dalam perkara narkotika adalah untuk memulihkan keadaan korban penyalahgunaan narkotika menjadi seperti semula. Selain itu, penerapan keadilan restoratif berpegang pada asas-asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Namun, di dalam kenyataannya, penanganan perkara penyalahgunaan narkotika masih berorientasi pada penghukuman penjara terhadap para pelaku penyalahgunaan narkotika," kata Burhanuddin.
Orientasi penghukuman penjara mengakibatkan adanya inkonsistensi dalam penerapan hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal-hal tersebut serta menjadi upaya untuk mewujudkan peran sentra jaksa sebagai pengendali perkara, pihak kejaksaan menerbitkan Pedoman Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika.
Ada juga Pedoman Kejaksaan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Baca: DPR dan Pemerintah Sepakat Mempermudah Rehabilitasi Pengguna Narkoba |
Burhanuddin mengatakan eorientasi kebijakan penanganan perkara pidana korban penyalahgunaan narkotika menjadikan tolok ukur keberhasilan jaksa.
"Jadi, bukan hanya dari berapa banyak perkara narkotika yang dilimpahkan ke pengadilan, melainkan bagaimana seorang jaksa mampu kedepankan keadilan restoratif dalam penanganan perkara penyalahgunaan narkotika," ujarnya.
Melalui kebijakan keadilan restoratif, kata dia, pelaku penyalahgunaan narkotika diharapkan tidak lagi dijatuhi pidana penjara. Tetapi direhabilitasi untuk disembuhkan dari ketergantungan narkotika.