Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) menanggapi keluhan terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme, Munarman, yang dituangkan dalam eksepsi atau nota keberatannya. Munarman merasa diperlakukan sewenang-wenang ketika ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
"Apabila terdakwa sejak awal proses penyidikan, telah mengalami perlakuan sewenang-sewenang sebagaimana terdakwa dan penasihat hukum disampaikan dalam nota keberatan atau eksepsinya, seharusnya terdakwa dapat menggunakan haknya dengan mengajukan praperadilan," kata salah satu JPU saat membacakan nota tanggapan atas eksepsi Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rabu, 22 Desember 2021.
Menurut jaksa, mestinya Munarman menempuh jalur praperadilan karena memiliki latar belakang praktisi hukum. Namun, upaya tersebut tak dimanfaatkan eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu.
Sehingga, kata jaksa, proses hukum langsung masuk ke tahap persidangan. Keberatan Munarman terkait persoalan tudingan sewenang-wenang dikesampingkan jaksa.
"Eksepsi terdakwa tidak termasuk dalam ruang lingkup materi keberatan sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP," ujar jaksa.
Baca: Uraian Eksepsi Munarman Disebut Melampaui Kewenangan
Munarman melalui eksepsinya menilai penangkapannya dilakukan secara sewenang-wenang oleh polisi. Dia mengeklaim tindakan Densus 88 Antiteror Polri tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara.
"Karena saya belum pernah dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan pendahuluan sebagai calon tersangka bahkan saya belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)," kata Munarman saat membacakan eksepsi di PN Jaktim, Rabu, 15 Desember 2021.
Pada perkara ini, Munarman didakwa merencanakan atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme. Dia disebut menggunakan ancaman kekerasan yang diduga untuk menimbulkan teror secara luas.
Munarman juga diduga menyebar rasa takut hingga berpotensi menimbulkan korban yang luas. Selain itu, perbuatannya mengarah pada perusakan fasilitas publik.
Aksi Munarman diduga berlangsung pada Januari hingga April 2015. Munarman menggerakkan aksi terorisme di Sekretariat FPI Kota Makassar, Markas Daerah Laskar Pembela Islam (LPI) Sulawesi Selatan, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Sudiang Makassar, dan Pusat Pengembangan Bahasa (Pusbinsa) UIN Sumatra Utara.
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) menanggapi keluhan terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme,
Munarman, yang dituangkan dalam eksepsi atau nota keberatannya. Munarman merasa diperlakukan sewenang-wenang ketika ditangkap Detasemen Khusus (
Densus) 88 Antiteror Polri.
"Apabila terdakwa sejak awal proses penyidikan, telah mengalami perlakuan sewenang-sewenang sebagaimana terdakwa dan penasihat hukum disampaikan dalam nota keberatan atau eksepsinya, seharusnya terdakwa dapat menggunakan haknya dengan mengajukan praperadilan," kata salah satu JPU saat membacakan nota tanggapan atas eksepsi Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rabu, 22 Desember 2021.
Menurut jaksa, mestinya Munarman menempuh jalur praperadilan karena memiliki latar belakang praktisi hukum. Namun, upaya tersebut tak dimanfaatkan eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu.
Sehingga, kata jaksa, proses hukum langsung masuk ke tahap persidangan. Keberatan Munarman terkait persoalan tudingan sewenang-wenang dikesampingkan jaksa.
"Eksepsi terdakwa tidak termasuk dalam ruang lingkup materi keberatan sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP," ujar jaksa.
Baca:
Uraian Eksepsi Munarman Disebut Melampaui Kewenangan
Munarman melalui eksepsinya menilai penangkapannya dilakukan secara sewenang-wenang oleh polisi. Dia mengeklaim tindakan Densus 88 Antiteror Polri tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara.
"Karena saya belum pernah dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan pendahuluan sebagai calon tersangka bahkan saya belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)," kata Munarman saat membacakan eksepsi di PN Jaktim, Rabu, 15 Desember 2021.
Pada perkara ini, Munarman didakwa merencanakan atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana
terorisme. Dia disebut menggunakan ancaman kekerasan yang diduga untuk menimbulkan teror secara luas.
Munarman juga diduga menyebar rasa takut hingga berpotensi menimbulkan korban yang luas. Selain itu, perbuatannya mengarah pada perusakan fasilitas publik.
Aksi Munarman diduga berlangsung pada Januari hingga April 2015. Munarman menggerakkan aksi terorisme di Sekretariat FPI Kota Makassar, Markas Daerah Laskar Pembela Islam (LPI) Sulawesi Selatan, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Sudiang Makassar, dan Pusat Pengembangan Bahasa (Pusbinsa) UIN Sumatra Utara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)