Artalyta Suryani usai membacakan pledoi atas tuntutan Jaksa Penutut Umum (JPU) di pengadilan Tindak Pidana korupsi, Jakarta, Selasa (14/7/2008). Foto: MI/M. Irfan
Artalyta Suryani usai membacakan pledoi atas tuntutan Jaksa Penutut Umum (JPU) di pengadilan Tindak Pidana korupsi, Jakarta, Selasa (14/7/2008). Foto: MI/M. Irfan

Syafruddin dan Artalyta Suryani Mangkir Panggilan KPK

Damar Iradat • 06 September 2017 00:39
medcom.id, Jakarta: Tersangka kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafrudin Arsyad Temenggung mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedianya, Syafrudin diperiksa perdana sebagai tersangka hari ini, Selasa, 5 September 2017.
 
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, Syafruddin telah menyerahkan surat kepada KPK terkait ketidakhadirannya hari ini. Dalam surat tersebut, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu meminta untuk dijadwal ulang. 
 
"Yang bersangkutan mengirimkan surat belum bisa memenuhi pemeriksaan hari ini, sehingga akan dijadwal ulang," ungkap Febri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Maret 2017. 

Febri menjelaskan, Syafrudin meminta pemeriksaannya dijadwal ulang sekitar tanggal 13 September atau setelahnya. KPK bakal mempertimbangkan permintaan tersebut. 
 
Ia menambahkan, pihaknya juga sudah memperpanjang pencegahan ke luar negeri terhadap Syafrudin. Ini merupakan pencegahan kedua setelah pertama kali dilakukan pada 21 Maret 2017 lalu. 
 
"Kami dapat informasi sudah dilakukan perpanjangan pencegahan ke luar negeri untuk tersangka SAT untuk enam bulan ke depan, terhitung mulai 31 Agustus 2017," bebernya. 
 
Siang tadi, KPK sedianya juga akan memeriksa pemilik PT Bukit Alam Artalyta Suryani alias Ayin sebagai saksi untuk Syafrudin. Namun, seperti Syafrudin, Ayin juga mangkir dari panggilan KPK. 
 
Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka karena diduga berkongkalikong serta menerbitkan SKL BLBI untuk pemegang saham BDNI Sjamsul Nursalim.
 
BDNI adalah salah satu bank yang sempat terganggu likuiditasnya. BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp27,4 triliun dan mendapat SKL pada April 2004.
 
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI dilakukan lewat rekstruturisasi aset Rp4,8 triliun dari PT Dipasena yang dipimpin Artalyta Suryani dan suami. Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp1,1 triliun dari piutang ke petani tambak PT Dipasena. Sedangkan Rp3,7 triliun yang merupakan utang tal dibahas dalam proses resutrukturisasi. Sehingga, ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih.
 
Kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI ini dinilai telah merugikan negara sebesar Rp3,7 triliun. Syafruddin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
 
Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan