medcom.id, Jakarta: Direktur Utama PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah dituntut empat tahun penjara. Fahmi dinilai secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
"Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana berupa pidana penjara selama empat tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK, Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, 10 Mei 2017.
Selain menuntut pidana penjara, jaksa juga menuntut Fahmi dengan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan.
Dalam pembacaan tuntutan, jaksa mempertimbangkan berbagai hal. Hal yang memberatkan ialah perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa sebagai pengusaha muda seharusnya taat terhadap proses dalam mengikuti lelang proyek di instansi pemerintah bukan malah membiasakan praktik suap.
Sementara pertimbangan yang meringankan ialah terdakwa mengaku terus terang dan menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga seorang istri dan dua orang anak yang masih berusia 9 dan 6 tahun.
Sementara itu, jaksa tidak mengabulkan permintaan Fahmi. "Permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan oleh terdakwa tidak dapat dikabulkan," tegas Kiki.
Jaksa menilai, Fahmi bersama dua anak buahnya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, terbukti memberikan uang kepada empat pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam proyek pengadaan satelit monitoring. Suap diberik kepada Eko Susilo Hadi sebagai Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla sebesar SGD100 ribu, USD88,5 ribu, dan 10 ribu Euro. Eko juga ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran Bakamla Tahun Anggaran 2016.
Sementara itu, Direktur Data dan Informasi sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Bambang Udoyo disuap USD105 ribu. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan juga diberi uang sebesar SGD104,5 ribu.
Hardy dan Adami Okta juga terbukti mengalirkan fulus Rp120 juta ke Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nana Wicaksono. Pemberian uang dilakukan agar PT Melati Technofo Indonesia dimenangkan dalam proyek pengadaan Bakamla.
Atas perbuatannya, Fahmi diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 ttg pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 ttg pemberantasan tindak pidana korupsi JO pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua.
medcom.id, Jakarta: Direktur Utama PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah dituntut empat tahun penjara. Fahmi dinilai secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
"Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana berupa pidana penjara selama empat tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK, Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, 10 Mei 2017.
Selain menuntut pidana penjara, jaksa juga menuntut Fahmi dengan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan.
Dalam pembacaan tuntutan, jaksa mempertimbangkan berbagai hal. Hal yang memberatkan ialah perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa sebagai pengusaha muda seharusnya taat terhadap proses dalam mengikuti lelang proyek di instansi pemerintah bukan malah membiasakan praktik suap.
Sementara pertimbangan yang meringankan ialah terdakwa mengaku terus terang dan menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga seorang istri dan dua orang anak yang masih berusia 9 dan 6 tahun.
Sementara itu, jaksa tidak mengabulkan permintaan Fahmi. "Permohonan
justice collaborator (JC) yang diajukan oleh terdakwa tidak dapat dikabulkan," tegas Kiki.
Jaksa menilai, Fahmi bersama dua anak buahnya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, terbukti memberikan uang kepada empat pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam proyek pengadaan satelit monitoring. Suap diberik kepada Eko Susilo Hadi sebagai Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla sebesar SGD100 ribu, USD88,5 ribu, dan 10 ribu Euro. Eko juga ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran Bakamla Tahun Anggaran 2016.
Sementara itu, Direktur Data dan Informasi sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Bambang Udoyo disuap USD105 ribu. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan juga diberi uang sebesar SGD104,5 ribu.
Hardy dan Adami Okta juga terbukti mengalirkan fulus Rp120 juta ke Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nana Wicaksono. Pemberian uang dilakukan agar PT Melati Technofo Indonesia dimenangkan dalam proyek pengadaan Bakamla.
Atas perbuatannya, Fahmi diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 ttg pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 ttg pemberantasan tindak pidana korupsi JO pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)