Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) lagi-lagi menunda pembacaan tuntutan, terkait persidangan kasus anak menggugat ibu kandung. Kelanjutan sidang terkait pemalsuan tanda tangan surat keterangan waris (SKW) dipertanyakan. Penundaan itu membuat proses sidang mandek, dan upaya mengadili terdakwa Kusumayati jalan di tempat.
"Sidang jangan sampai menjadi molor terus. Sehingga ini membuat tidak ada kepastian hukum," kata Ketua Dewan Penasihat Kongres Advokat Indonesia (KAI), Erman Umar, dalam keterangan tertulis, Rabu, 2 Oktober 2024.
Desakan Erman juga mempertimbangkan sikap jaksa, yang terus mendorong pihak korban menempuh langkah restorative justice (RJ). Padahal, kata dia, langkah itu tidak menemui kesepakatan antarkedua belah pihak.
Erman Umar juga mengingatkan bahwa restorative justice tidak bisa menghilangkan pidana. Apalagi, hal tersebut dilakukan terdakwa.
"RJ itu tidak pernah bisa menghilangkan pidana yang telah terjadi, tetapi hanya bisa meringankan. Sehingga, jika masing-masing pihak jika tidak mau menempuh RJ, maka proses hukum harus segera diputuskan," tegasnya.
Erman pun berharap pihak jaksa penuntut umum tidak lagi terus menerus memaksakan untuk mengajukan upaya perdamaian. Apalagi, jika kedua belah pihak yang berkonflik lebih memilih upaya hukum.
"Itu ada batasnya jangan dipaksa karena keputusan semua ada di hakimnya. Yang penting ada kepastian karena rasa keadilannya harus tetap dikedepankan," tandasnya.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengakui bahwa sebenarnya pihaknya sudah menerima rencana penuntutan Kusumayati yang sidangnya sudah beberapa kali tertunda.
"Yang pasti rentutnya sudah di kejaksaan. Makanya pimpinan Jampidum memerintahkan kajari kajati. Mungkin secara formal okelah, tapi apa itu penyelesaian yang paling baik," kata Harli Siregar.
Sementara itu, aktivis hukum Karawang, Abad Badjuri sebelumnya menilai perlakuan terdakwa dalam proses peradilan yang menimpa terdakwa lain, justru tidak seperti yang dinikmati terdakwa Kusumayati.
“Coba kita bandingkan dengan terdakwa lain, misalnya ibu-ibu dipenjara akibat demo menolak pabrik minyak kelapa sawit di Sumatera Utara, video nya sampe viral meluk anaknya dibalik jeruji besi, padahal ini unjuk rasa yang diatur oleh Undang-Undang, ibu itu tetap diproses hukum, dan dipenjara lagi. Kenapa Kusumayati tidak,” ucap Abad beberapa waktu lalu.
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) lagi-lagi menunda pembacaan tuntutan, terkait persidangan kasus anak menggugat ibu kandung. Kelanjutan sidang terkait pemalsuan tanda tangan surat keterangan waris (SKW) dipertanyakan. Penundaan itu membuat proses
sidang mandek, dan upaya mengadili terdakwa Kusumayati jalan di tempat.
"Sidang jangan sampai menjadi molor terus. Sehingga ini membuat tidak ada kepastian
hukum," kata Ketua Dewan Penasihat Kongres Advokat Indonesia (KAI), Erman Umar, dalam keterangan tertulis, Rabu, 2 Oktober 2024.
Desakan Erman juga mempertimbangkan sikap jaksa, yang terus mendorong pihak korban menempuh langkah
restorative justice (RJ). Padahal, kata dia, langkah itu tidak menemui kesepakatan antarkedua belah pihak.
Erman Umar juga mengingatkan bahwa
restorative justice tidak bisa menghilangkan pidana. Apalagi, hal tersebut dilakukan terdakwa.
"RJ itu tidak pernah bisa menghilangkan pidana yang telah terjadi, tetapi hanya bisa meringankan. Sehingga, jika masing-masing pihak jika tidak mau menempuh RJ, maka proses hukum harus segera diputuskan," tegasnya.
Erman pun berharap pihak jaksa penuntut umum tidak lagi terus menerus memaksakan untuk mengajukan upaya perdamaian. Apalagi, jika kedua belah pihak yang berkonflik lebih memilih upaya hukum.
"Itu ada batasnya jangan dipaksa karena keputusan semua ada di hakimnya. Yang penting ada kepastian karena rasa keadilannya harus tetap dikedepankan," tandasnya.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengakui bahwa sebenarnya pihaknya sudah menerima rencana penuntutan Kusumayati yang sidangnya sudah beberapa kali tertunda.
"Yang pasti rentutnya sudah di kejaksaan. Makanya pimpinan Jampidum memerintahkan kajari kajati. Mungkin secara formal okelah, tapi apa itu penyelesaian yang paling baik," kata Harli Siregar.
Sementara itu, aktivis hukum Karawang, Abad Badjuri sebelumnya menilai perlakuan terdakwa dalam proses peradilan yang menimpa terdakwa lain, justru tidak seperti yang dinikmati terdakwa Kusumayati.
“Coba kita bandingkan dengan terdakwa lain, misalnya ibu-ibu dipenjara akibat demo menolak pabrik minyak kelapa sawit di Sumatera Utara, video nya sampe viral meluk anaknya dibalik jeruji besi, padahal ini unjuk rasa yang diatur oleh Undang-Undang, ibu itu tetap diproses hukum, dan dipenjara lagi. Kenapa Kusumayati tidak,” ucap Abad beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)