medcom.id, Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal I Wayan Karya menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
"Dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Tunggal I Wayan Karya saat pembacaan putusan akhir praperadilan di PN Jakarta Selatan, seperti dilansir Antara, Rabu (12/10/2016).
Selain itu, Hakim Tunggal I Wayan Karya juga menolak seluruh eksepsi dari pihak pemohon dan memerintahkan pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil.
"Membayar biaya perkara sebesar nihil. Demikian putusan kami," ucap I Wayan Karya.
Beberapa PNS dan ibu rumah tangga memegang baliho foto Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam saat menggelar di Kantor DPRD Sultra, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (4/10/2016).Foto: Antara/Jojon.
Sementara itu, situasi di depan PN Jakarta Selatan tepatnya di Jalan Ampera Raya Jakarta Selatan tersendat di kedua arahnya baik yang ke arah Cilandak maupun ke Kemang akibat demonstrasi dari pendukung Nur Alam yang tergabung dalam Sulawesi Tenggara Menggugat KPK (Sulam KPK).
KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016. Ia diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.
Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara Abdul Rahman Saleh, berorasi di depan ribuan simpatisan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (4/10/2016). Foto: Antara/Jojon
Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctoo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri. Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.
medcom.id, Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal I Wayan Karya menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
"Dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Tunggal I Wayan Karya saat pembacaan putusan akhir praperadilan di PN Jakarta Selatan, seperti dilansir
Antara, Rabu (12/10/2016).
Selain itu, Hakim Tunggal I Wayan Karya juga menolak seluruh eksepsi dari pihak pemohon dan memerintahkan pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil.
"Membayar biaya perkara sebesar nihil. Demikian putusan kami," ucap I Wayan Karya.
Beberapa PNS dan ibu rumah tangga memegang baliho foto Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam saat menggelar di Kantor DPRD Sultra, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (4/10/2016).Foto: Antara/Jojon.
Sementara itu, situasi di depan PN Jakarta Selatan tepatnya di Jalan Ampera Raya Jakarta Selatan tersendat di kedua arahnya baik yang ke arah Cilandak maupun ke Kemang akibat demonstrasi dari pendukung Nur Alam yang tergabung dalam Sulawesi Tenggara Menggugat KPK (Sulam KPK).
KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016. Ia diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.
Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara Abdul Rahman Saleh, berorasi di depan ribuan simpatisan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (4/10/2016). Foto: Antara/Jojon
Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctoo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri. Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)