Jakarta: Terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tak diwajibkan hadir dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ahok diperbolehkan untuk diwakili kuasa hukumnya.
Hakim Ketua Mulyadi mengatakan, kebijakan tak menghadirkan Ahok tersebut mengacu dalam surat edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 4 tahun 2016 tentang kamar pidana. Pada poin tiga menyebutkan, permintaan PK diajukan terpidana atau ahli waris ke pengadilan yang diwakili oleh kuasa hukum.
"Tidak ada kewajiban terpidana hadir di persidangan. Sema terbaru ini terpidana tidak perlu hadir," ujar Mulyadi di ruang sidang PN Jakut, Senin, 26 Februari 2018.
Hari ini PN Jakarta Utara menggelar sidang perdana PK Ahok. Sidang hanya memeriksa berkas permohonan PK Ahok maupun berkas pendapat akhir dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sidang hanya berlangsung selama 10 menit lantaran berkas dianggap telah dibacakan.
(Baca juga: Putusan Buni Yani jadi Bukti Baru PK Ahok)
Pengacara Ahok, Fifi Lety Indra mengatakan pihaknya membawa 156 lembar berkas yang berisi argumen pembelaan. Fifi menilai banyak kejanggalan dalam putusan vonis yang diterima Ahok.
"Sangat kita ketahui Pak Ahok langsung ditahan walau sudah menyatakan banding. Sementara kalau kita menilik kasus yang lain tidak demikian," ucap Fifi.
Tak hanya itu, putusan kasus Buni Yani pun menjadi novum atau temuan hukum baru yang berkaitan dengan kasus Ahok. Josefina Agatha Syukur, pengacara Ahok yang lain, meyakini kasus Buni Yani menjadi awal dari rentetan tuduhan yang ditujukan kepada Ahok. Selain itu, putusan hakim pengadilan dinilai perlu memerhatikan penyebaran video saat Ahok berpidato di Kepulauan Seribu.
"Kasus Buni Yani memang kami masukkan itu sebagai salah satu dasar kami, yang kami gunakan salah satunya alasan kekhilafan hakim, ada juga alasan mengenai putusan terkait putusan Buni Yani," ujar Josefina.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/xkEGMXeN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tak diwajibkan hadir dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ahok diperbolehkan untuk diwakili kuasa hukumnya.
Hakim Ketua Mulyadi mengatakan, kebijakan tak menghadirkan Ahok tersebut mengacu dalam surat edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 4 tahun 2016 tentang kamar pidana. Pada poin tiga menyebutkan, permintaan PK diajukan terpidana atau ahli waris ke pengadilan yang diwakili oleh kuasa hukum.
"Tidak ada kewajiban terpidana hadir di persidangan. Sema terbaru ini terpidana tidak perlu hadir," ujar Mulyadi di ruang sidang PN Jakut, Senin, 26 Februari 2018.
Hari ini PN Jakarta Utara menggelar sidang perdana PK Ahok. Sidang hanya memeriksa berkas permohonan PK Ahok maupun berkas pendapat akhir dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sidang hanya berlangsung selama 10 menit lantaran berkas dianggap telah dibacakan.
(Baca juga:
Putusan Buni Yani jadi Bukti Baru PK Ahok)
Pengacara Ahok, Fifi Lety Indra mengatakan pihaknya membawa 156 lembar berkas yang berisi argumen pembelaan. Fifi menilai banyak kejanggalan dalam putusan vonis yang diterima Ahok.
"Sangat kita ketahui Pak Ahok langsung ditahan walau sudah menyatakan banding. Sementara kalau kita menilik kasus yang lain tidak demikian," ucap Fifi.
Tak hanya itu, putusan kasus Buni Yani pun menjadi novum atau temuan hukum baru yang berkaitan dengan kasus Ahok. Josefina Agatha Syukur, pengacara Ahok yang lain, meyakini kasus Buni Yani menjadi awal dari rentetan tuduhan yang ditujukan kepada Ahok. Selain itu, putusan hakim pengadilan dinilai perlu memerhatikan penyebaran video saat Ahok berpidato di Kepulauan Seribu.
"Kasus Buni Yani memang kami masukkan itu sebagai salah satu dasar kami, yang kami gunakan salah satunya alasan kekhilafan hakim, ada juga alasan mengenai putusan terkait putusan Buni Yani," ujar Josefina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)