Jakarta: Mantan Ketua DPR Setya Novanto terseret kasus suap proyek PLTU Riau-1. Dia disebut dalam dakwaan terhadap Bos BlackGold Natural Resources Limited (PT BNR Ltd) Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
"(Berencana) dibagikan ke Setya Novanto sebesar 24 persen atau sekitar USD6 juta (setara Rp91,1 miliar)," kata jaksa penuntut umum KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Oktober 2018.
Uang tersebut, kata Ronald, sesuai perjanjian kontrak proyek PLTU Riau-1. Apabila proyek berjalan, Kotjo mengantongi fee USD25 juta (Rp379,59 miliar) atau sebesar 2,5 persen dari perkiraan nilai proyek USD900 juta, yang akan dibagi-bagikan.
Ada delapan pihak yang akan kecipratan fee proyek. Kotjo mendapat bagian yang sama dengan Novanto, yakni USD6 juta atau 24 persen dari total fee USD25 juta. Selain itu, seseorang bernama Andreas Rinaldi juga mendapat dengan bagian yang sama, USD6 juta.
CEO PT BlackGold Rickard Philip Cecile mendapat jatah 12 persen fee atau setara USD3,125 juta (Rp47,4 miliar). Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang dan Chairman PT BlackGold Intekhab Khan mendapat 4 persen atau USD1 juta (Rp15,1 miliar).
Selain itu, Direktur PT Samantaka Batubara James Rijanto juga mendapat bagian 4 persen atau USD 1 juta. Sisa fee sebanyak 3,5 persen atau sekitar USD875 ribu (Rp13,2 miliar) juga diberikan pada pihak-pihak lain yang membantu.
Ronald menyebut Kotjo menemui Novanto pada 2016. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mengenalkan Kotjo pada Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih untuk membantu perusahaan Kotjo memenangkan proyek.
Baca: Kotjo Didakwa Suap Idrus dan Eni Rp4,7 Miliar
"Setelah Novanto ditahan oleh KPK dalam kasus KTP-el, Eni selanjutnya melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1 kepada Idrus Marham (Sekretaris Jenderal Golkar era kepemimpinan Novanto)," kata Ronald.
Pengawalan proyek dilanjutkan kepada Idrus yang menjabat sebagai pelaksana tugas ketua umum Golkar menggantikan Novanto. Eni pun tetap mendapat perhatian dari Kotjo, terkait pengawalan proyek.
Atas perbuatannya, Johanes Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Mantan Ketua DPR Setya Novanto terseret kasus suap proyek PLTU Riau-1. Dia disebut dalam dakwaan terhadap Bos BlackGold Natural Resources Limited (PT BNR Ltd) Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
"(Berencana) dibagikan ke Setya Novanto sebesar 24 persen atau sekitar USD6 juta (setara Rp91,1 miliar)," kata jaksa penuntut umum KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Oktober 2018.
Uang tersebut, kata Ronald, sesuai perjanjian kontrak proyek PLTU Riau-1. Apabila proyek berjalan, Kotjo mengantongi
fee USD25 juta (Rp379,59 miliar) atau sebesar 2,5 persen dari perkiraan nilai proyek USD900 juta, yang akan dibagi-bagikan.
Ada delapan pihak yang akan kecipratan
fee proyek. Kotjo mendapat bagian yang sama dengan Novanto, yakni USD6 juta atau 24 persen dari total
fee USD25 juta.
Selain itu, seseorang bernama Andreas Rinaldi juga mendapat dengan bagian yang sama, USD6 juta.
CEO PT BlackGold Rickard Philip Cecile mendapat jatah 12 persen
fee atau setara USD3,125 juta (Rp47,4 miliar). Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang dan Chairman PT BlackGold Intekhab Khan mendapat 4 persen atau USD1 juta (Rp15,1 miliar).
Selain itu, Direktur PT Samantaka Batubara James Rijanto juga mendapat bagian 4 persen atau USD 1 juta. Sisa
fee sebanyak 3,5 persen atau sekitar USD875 ribu (Rp13,2 miliar) juga diberikan pada pihak-pihak lain yang membantu.
Ronald menyebut Kotjo menemui Novanto pada 2016. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mengenalkan Kotjo pada Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih untuk membantu perusahaan Kotjo memenangkan proyek.
Baca: Kotjo Didakwa Suap Idrus dan Eni Rp4,7 Miliar
"Setelah Novanto ditahan oleh KPK dalam kasus KTP-el, Eni selanjutnya melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1 kepada Idrus Marham (Sekretaris Jenderal Golkar era kepemimpinan Novanto)," kata Ronald.
Pengawalan proyek dilanjutkan kepada Idrus yang menjabat sebagai pelaksana tugas ketua umum Golkar menggantikan Novanto. Eni pun tetap mendapat perhatian dari Kotjo, terkait pengawalan proyek.
Atas perbuatannya, Johanes Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)