Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kedua dari kiri). Foto: Kautsar Widya Prabowo/Medcom.id
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kedua dari kiri). Foto: Kautsar Widya Prabowo/Medcom.id

Komnas HAM: Kasus Paniai Pelanggaran HAM Berat

Kautsar Widya Prabowo • 17 Februari 2020 18:45
Jakarta: Peristiwa kekerasan terhadap warga Paniai, Papua, pada 7 Februari 2014-8 Februari 2014, dipastikan sebagai pelanggaran HAM berat. Keputusan itu diambil melalui Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020. 
 
"Komnas HAM membuat suatu kesimpulan adanya pelanggaran HAM berat dalam kasus Paniai," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin, 17 Februari 2020. 
 
Ketua tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat pada peristiwa Paniai, M Choirul Anam, menyebut terdapat tindakan pembunuhan dan penganiyaaan dalam kasus tersebut. Berdasarkan Pasal 7 dan Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pembunuhan dan penganiyaaan masuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Adanya tindakan pembunuhan dan tindakan penganiyaan. Sistematis atau meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kerangka kejahatan kemanusian sebagai prasyarat utama terpenuhi," tuturnya.
 
Tim ad hoc telah meminta keterangan dari 26 saksi dan memeriksa tempat kejadian perkara (TKP) di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua. Hasil pemeriksaan didapati adanya pelanggaran yang dilakukan aparat TNI.
 
"Disimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII Cendrawasih sampai komando lapangan, diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab," tegasnya.
 
Peristiwa kekerasan terhadap penduduk sipil itu memakan empat korban jiwa akibat luka tembak dan 21 orang mengalami luka tusuk.
 
Komnas HAM: Kasus Paniai Pelanggaran HAM Berat
Ilustrasi pelanggaran HAM. Foto: Antara/Abriawan Abhe
 
Ketua Dewan Adat Daerah Paniai, John NR Gobai, sebelumnya menceritakan kericuhan yang terjadi di daerahnya. Kejadian bermula dari penganiayaan terhadap anak 12 tahun di perbukitan Togokotu, Kampung Ipakiye, Paniai Timur. Penganiaya diduga anggota TNI.
 
Pada 7 Desember 2014, pukul 00.00 WIT, sebuah mobil Fortuner hitam melintasi perbukitan Togokotu dengan lampu dipadamkan. Sesampainya di puncak perbukitan Togokotu, pengendara mendapat teguran dari anak-anak yang berada di sebuah Posko Natal.
 
"Karena lampunya (mobil) mati, anak-anak itu menegur dan meminta (sopir) untuk menyalahkan lampu. Terjadi pertengkaran mulut," kata John kepada Metro TV, Senin, 12 Desember 2014. 
 
Setelah pertengkaran mulut reda, pengendara melaju ke Posko Timsus 753 di Uwibutu. Pengendara tersebut kembali dengan membawa banyak penumpang. 
 
"Sekembalinya di posko, mereka melakukan penganiayaan terhadap seorang anak yang berusia kira-kira 12 tahun," kata John.
 
Mendapat kabar tak sedap itu, masyarakat Kampung Ipakiye berbondong-bondong menuju Kota Enarotali sejauh lima kilometer. Mereka ingin meminta keterangan dari aparat keamanan terkait penganiayaan bocah 12 tahun itu. Mereka juga menanyakan para penganiaya dan keberadaan mobil Fortuner itu.
 
Sekitar pukul 10.00 WIT, masyarakat menemukan mobil Fortuner yang diduga dibawa para penganiaya. Mereka lantas membakar mobil tersebut sambil menyanyi dan menari di Lapangan Karel Gobai, Enarotali.  
 
Tindakan mereka lantas dibalas aparat dengan tembakan. Nyawa lima orang pun melayang.
 
"Kejadian ini adalah sebuah pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan," kata John. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan