medcom.id, Jakarta: Pembentukan panitia khusus (pansus) DPR untuk mengusut persoalan dwelling time di pelabuhan sangat mendesak. Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani.
Menurut Arsul, pansus itu tidak hanya untuk mengurai masalah dwelling time, tapi juga membongkar praktik mafia di pelabuhan.
Persoalan dwelling time, kata dia, mustinya tidak hanya dilihat dari persoalan perdagangan yang ditangani Komisi VI atau perhubungan yang dibidangi Komisi V di DPR. Melainkan termasuk aspek hukum di dalamnya.
"Jadi harus juga dari aspek penegakan hukum di Komisi III. Lewat pansus akan menjadi pintu masuk penuntasan kasus hukum yang terjadi dalam dwelling time," kata Arsul, Selasa (11/8/2015).
Menurut dia, pembentukan pansus juga untuk mengungkap kasus penyelundupan. Misalnya, masalah penyelundupan minuman keras dalam 37 truk yang diungkap Direktorat Jenderal Bea Cukai pada Oktober tahun lalu.
Ke-37 truk pengangkut miras berkadar alkohol tinggi itu ditangkap dalam tiga operasi terpisah di Palembang, Lampung dan Merak. Hanya saja, sampai saat ini penanganan kasus penyelundupan yang disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah Bea Cukai itu tak ada kabarnya.
"Makanya dengan pansus itu nantinya bisa menjadi pintu masuk penuntasan kasus-kasus yang merugikan masyarakat. Bayangkan, itu bukan hanya masalah kerugian pendapatan negara saja, tapi masyarakat juga dirugikan," katanya.
Melalui pansus, kata dia, DPR bisa memanggil kepolisian, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai maupun instansi lainnya.
"Saya akan menanyakan kasus per kasus, menunggu laporan dari masyarakat terkait pelanggaran hukum yang terjadi, termasuk soal itu (penyelundupan miras) ke kepolisian dan pihak-pihak terkait. Kalau Komisi III saja panggil Dirjen Bea dan Cukai nggak bisa. Harus lewat Pansus," tandas Arsul.
medcom.id, Jakarta: Pembentukan panitia khusus (pansus) DPR untuk mengusut persoalan dwelling time di pelabuhan sangat mendesak. Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani.
Menurut Arsul, pansus itu tidak hanya untuk mengurai masalah dwelling time, tapi juga membongkar praktik mafia di pelabuhan.
Persoalan dwelling time, kata dia, mustinya tidak hanya dilihat dari persoalan perdagangan yang ditangani Komisi VI atau perhubungan yang dibidangi Komisi V di DPR. Melainkan termasuk aspek hukum di dalamnya.
"Jadi harus juga dari aspek penegakan hukum di Komisi III. Lewat pansus akan menjadi pintu masuk penuntasan kasus hukum yang terjadi dalam dwelling time," kata Arsul, Selasa (11/8/2015).
Menurut dia, pembentukan pansus juga untuk mengungkap kasus penyelundupan. Misalnya, masalah penyelundupan minuman keras dalam 37 truk yang diungkap Direktorat Jenderal Bea Cukai pada Oktober tahun lalu.
Ke-37 truk pengangkut miras berkadar alkohol tinggi itu ditangkap dalam tiga operasi terpisah di Palembang, Lampung dan Merak. Hanya saja, sampai saat ini penanganan kasus penyelundupan yang disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah Bea Cukai itu tak ada kabarnya.
"Makanya dengan pansus itu nantinya bisa menjadi pintu masuk penuntasan kasus-kasus yang merugikan masyarakat. Bayangkan, itu bukan hanya masalah kerugian pendapatan negara saja, tapi masyarakat juga dirugikan," katanya.
Melalui pansus, kata dia, DPR bisa memanggil kepolisian, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai maupun instansi lainnya.
"Saya akan menanyakan kasus per kasus, menunggu laporan dari masyarakat terkait pelanggaran hukum yang terjadi, termasuk soal itu (penyelundupan miras) ke kepolisian dan pihak-pihak terkait. Kalau Komisi III saja panggil Dirjen Bea dan Cukai nggak bisa. Harus lewat Pansus," tandas Arsul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)