Jakarta: Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang, mengkritisi sidang kasus penyiraman air keras. Menurut dia, runutan persidangan terhadap penyerang penyidik KPK, Novel Baswedan, tak jelas.
"(Persidangan) kasus ini tidak secara linier-linier, begitu saja, apalagi dengan tuntutan satu tahun," kata Saut di Jakarta, Sabtu, 13 Juni 2020.
Tak linier sebab terdakwa menyadari telah membawa bahan kimia yang memiliki daya perusak. Terlebih penyerangan dilakukan kepada sesama penegak hukum.
Sementara tuntutan yang diberikan sangat ringan dan dianggap tak linier. Apalagi pasal yang digunakan menuntut pelaku yakni Pasal 353 KUHP tentang penganiayaan.
"Itu rencana bukan rencana biasa yang sekadar mau beri pelajaran, rencana prank yang dilakukan seseorang saja bisa berujung pidana," ujar Saut.
Baca: Beda Nasib Terdakwa Penyiram Air Keras di Luar Kasus Novel
Ayat 1 Pasal 353 mengatur sanksi atas penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu. Pelaku dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Sementara ayat 2 pasal tersebut menjabarkan pemberatan sanksi jika korban mengalami luka berat. Pelaku diancam pidana paling lama tujuh tahun.
Adapun dalam ayat 3, pelaku diancam hukuman sembilan tahun jika korban meninggal. Saut enggan mengomentari banyak kasus ini. Namun, dia menyebut persidangan kasus ini tak mencerminkan keadilan.
Dia berkomitmen akan mendukung Novel dalam kasus ini. Saut juga menuntut keadilan untuk mantan stafnya itu.
Menurut dia, hakim harus membuka hati nurani dalam memutus kasus tersebut. "Hati nurani yang mulia hakim seperti apa nanti kita tunggu saja," kata Saut.
Jakarta: Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang, mengkritisi sidang kasus penyiraman air keras. Menurut dia, runutan persidangan terhadap penyerang penyidik KPK, Novel Baswedan, tak jelas.
"(Persidangan) kasus ini tidak secara linier-linier, begitu saja, apalagi dengan tuntutan satu tahun," kata Saut di Jakarta, Sabtu, 13 Juni 2020.
Tak linier sebab terdakwa menyadari telah membawa bahan kimia yang memiliki daya perusak. Terlebih penyerangan dilakukan kepada sesama penegak hukum.
Sementara tuntutan yang diberikan sangat ringan dan dianggap tak linier. Apalagi pasal yang digunakan menuntut pelaku yakni Pasal 353 KUHP tentang penganiayaan.
"Itu rencana bukan rencana biasa yang sekadar mau beri pelajaran, rencana
prank yang dilakukan seseorang saja bisa berujung pidana," ujar Saut.
Baca: Beda Nasib Terdakwa Penyiram Air Keras di Luar Kasus Novel
Ayat 1 Pasal 353 mengatur sanksi atas penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu. Pelaku dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Sementara ayat 2 pasal tersebut menjabarkan pemberatan sanksi jika korban mengalami luka berat. Pelaku diancam pidana paling lama tujuh tahun.
Adapun dalam ayat 3, pelaku diancam hukuman sembilan tahun jika korban meninggal. Saut enggan mengomentari banyak kasus ini. Namun, dia menyebut persidangan kasus ini tak mencerminkan keadilan.
Dia berkomitmen akan mendukung Novel dalam kasus ini. Saut juga menuntut keadilan untuk mantan stafnya itu.
Menurut dia, hakim harus membuka hati nurani dalam memutus kasus tersebut. "Hati nurani yang mulia hakim seperti apa nanti kita tunggu saja," kata Saut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)