Gedung KPK. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Gedung KPK. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Gubernur Bengkulu Dipanggil KPK Terkait Kasus Edhy Prabowo

Candra Yuri Nuralam • 18 Januari 2021 06:20
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur Gusril Pausi. Keduanya bakal diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo (EP).
 
"Senin (18 Januari 2021), Bupati Kaur Gusril Pausi dan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dijadwalkan pemeriksaan sebagai saksi oleh tim penyidik KPK," ucap pelaksana tugas juru bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri di Jakarta, Minggu, 17 Januari 2021.
 
Keduanya tersangdung kasus perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada 2020. Ali memastikan surat panggilan pemeriksaan untuk keduanya sudah dikirim. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

"Kami memanggil seseorang sebagai saksi tentu karena kebutuhan penyidikan dengan tujuan untuk membuat terang rangkaian perbuatan para tersangka dalam perkara ini," tutur dia.
 

Baca: Korupsi Benih Lobster Pakai Pesan Khusus
 
Keduanya sedianya telah dipanggil KPK. Namun, mereka tak menghadiri panggilan. Rohidin tidak hadir pada Selasa, 12 Januari 2021, karena surat panggilan belum diterima. Gusri tidak hadir pada Senin, 11 Januari 2021, dengan alasan tidak pernah mendapat surat panggilan.
 
Edhy ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap, yakni Staf Khusus Menteri KP Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
 
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
 
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Pasalnya, ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
 
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 
Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Antara)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan