"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Muhammad Jumhur Hidayat selama tiga tahun dikurangi masa tahanan," kata jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jaksel, Kamis, 23 September 2021.
Jaksa menilai Jumhur terbukti bersalah melanggar Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Jumhur dinilai terbukti secara sah melakukan tindak pidana menyiarkan berita bohong terkait Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) sehingga menciptakan keonaran di kalangan masyarakat.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sebelumnya, Jumhur berharap dituntut serendah-rendahnya. Dia menyebut unggahan di akun Twitter miliknya tentang UU Ciptaker tak didasari niat membuat onar dan kebencian. Namun, kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Jumhur Hidayat didakwa menyebarkan berita bohong melalui akun Twitter miliknya @jumhurhidayat. Terdapat dua kalimat yang dinilai berita bohong.
Pertama, cuitan yang diunggah pada 25 Agustus 2020 pukul 13.15 WIB. Jumhur mencuit 'Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah'.
Kedua, cuitan pada 7 Oktober 2020 pukul 08.17 WIB. Jumhur menulis 'UU ini memang untuk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini. 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja, Klik untuk baca: https://kmp.im/AGA6M2'.
Jaksa menilai cuitan Jumhur memunculkan keonaran di tengah masyarakat. Pasalnya, unggahan Jumhur memicu protes masyarakat melalui unjuk rasa. Aksi ini di antaranya terjadi pada 8 Oktober 2020 dan berakhir ricuh.
Persidangan dilanjutkan Kamis, 30 September 2021. Sidang mengagendakan pembacaan pleidoi atau nota pembelaan dari terdakwa Jumhur Hidayat dan tim kuasa hukumnya.
Baca: Polisi Usut Keterlibatan Pihak Lain dalam Kasus Petinggi KAMI