Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang/Media Indonesia
Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang/Media Indonesia

Hukuman Mati Dinilai Tak Membangun Peradaban Hukum Berkelanjutan

Fachri Audhia Hafiez • 11 Desember 2021 16:35
Jakarta: Tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus korupsi dikritik. Hal tersebut dinilai tak berkontribusi membangun peradaban hukum yang berkelanjutan.
 
“Saya tidak mau masuk ke materinya, tentang apa yang diperbuat yang bersangkutan. Namun sejarah menunjukkan hukuman mati tidak membangun peradaban hukum yang sustain," kata mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang saat dikonfirmasi, Sabtu, 11 Desember 2021.
 
Baca: Komnas HAM Nilai Hukum Mati Koruptor Nihil Efek Jera

Dia tak mau masuk ke perkara Heru Hidayat yang dituntut hukuman maksimal dalam kasus korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (PT ASABRI). Menurut Saut, seharusnya ganjaran yang diterapkan merujuk pada hukum positif.
 
"Sebaiknya dihukum sesuai hukum positif kita, misalnya seumur hidup penjara atau hukuman maksimal lainnya,” kata Saut.
 
Dia menyebut Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di posisi 37 membuktikan tak terbangunnya peradaban hukum akibat hukuman mati. Saut mengibaratkan hukuman mati koruptor tersebut seperti menembaki segerombolan orang jahat.
 
Menurut Saut, orang jahat yang tak tiarap bakal tertembak, sementara mereka yang tiarap bisa kabur dan melakukan kejahatan di masa mendatang. Solusinya, kata dia, tidak ada cara lain kecuali pendekatan yang kompleks dengan mengadili siapa pun yang terduga korupsi.
 
"Besar atau kecil yang dicuri. Jadi bukan dengan pendekatan hukuman mati agar orang berhenti korupsi karena nilainya besar, misalnya,” ucap Saut.
 
Sebelumnya, Presiden PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat, dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum. Heru diduga melakukan korupsi dalam kasus PT ASABRI hingga merugikan negara Rp22,7 triliun.
 
"Menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat memutuskan menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang," ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 6 Desember 2021.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan