Jakarta: Ledakan bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Sumatra Utara (Sumut) dinilai mengandung pesan untuk kelompok teroris lain. Pelaku diduga menantang kelompok lain untuk beraksi.
"Setelah aksi dilakukan, saluran informasi jaringan akan mengabarkan antarkelompok, memperkuat propaganda dan instigasi," kata pengamat terorisme Khairul Fahmi kepada Medcom.id, Kamis 14 November 2019.
Fahmi pun meminta media massa bijak dalam membingkai peristiwa ini. Pasalnya, pengiriman informasi di era digital saat ini membuat para teroris kini tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan kabar aksi terorisme kelompok lain.
Perburuan berita dalam menarik minat masyarakat pun dikhawatirkan. Pasalnya, kata Fahmi, media massa juga bisa menjadi pemicu kelompok teroris lain segera beraksi. "Jangan sampai berita kalian disebar seolah menggambarkan, 'Kami sudah, kalian kapan?'," tutur Fahmi.
Fahmi mengatakan serangan teror mempunyai daya kejut yang tinggi di kalangan teroris. Serangan mereka bersifat simultan, acak, dan sporadis dengan sarana apa pun yang mungkin saja dilakukan.
"Tidak ada yang bisa memprediksi dengan presisi, kapan, dan di mana aksi bakal dilakukan," ucap dia.
Aksi terorisme dari suatu kelompok juga bisa membangkitkan semangat kelompok lain. Fahmi menilai sebuah aksi terorisme yang berhasil dilakukan sama dengan membuat kepercayaan para teroris semakin tinggi untuk melakukan aksi.
"Bisa saja (ada serangan dari kelompok lain). Makanya saya sebut juga punya kemampuan menginspirasi dan memantik serangan lain," tutur Fahmi.
Atas dasar itulah Fahmi meminta kepada kepolisian untuk tidak terburu-buru memberikan informasi secara gamblang terkait dengan aksi terorisme. Polisi juga harus bisa menekan kelompok lain agar tidak keluar dari 'kandangnya'.
"Prioritasnya harus pada memastikan tidak ada kepanikan di masyarakat, memulihkan situasi dan langkah-langkah penegakan hukum," tegas Fahmi.
Bom bunuh diri menghantam Polrestabes Medan, Rabu 13 November 2019. Pelaku menyusup dengan mengenakan jaket ojek daring. Dia dapat menembus gerbang saat warga ramai mendatangi Polrestabes Medan.
Kala itu, masyarakat sedang mengurus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) yang dibutuhkan untuk ikut seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pelaku sempat berjalan sekitar 30 sampai 50 meter dari pintu gerbang Polrestabes Medan.
Pukul 08.45 WIB, bom yang dibawa pelaku meledak di halaman Polrestabes Medan. Peristiwa itu membuat enam orang luka ringan, sedangkan pelaku langsung tewas. Korban meliputi empat polisi, satu pegawai harian lepas, dan satu warga.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/eN4R251k" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Ledakan bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Sumatra Utara (Sumut) dinilai mengandung pesan untuk kelompok teroris lain. Pelaku diduga menantang kelompok lain untuk beraksi.
"Setelah aksi dilakukan, saluran informasi jaringan akan mengabarkan antarkelompok, memperkuat propaganda dan instigasi," kata pengamat terorisme Khairul Fahmi kepada
Medcom.id, Kamis 14 November 2019.
Fahmi pun meminta media massa bijak dalam membingkai peristiwa ini. Pasalnya, pengiriman informasi di era digital saat ini membuat para teroris kini tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan kabar aksi terorisme kelompok lain.
Perburuan berita dalam menarik minat masyarakat pun dikhawatirkan. Pasalnya, kata Fahmi, media massa juga bisa menjadi pemicu kelompok teroris lain segera beraksi. "Jangan sampai berita kalian disebar seolah menggambarkan, 'Kami sudah, kalian kapan?'," tutur Fahmi.
Fahmi mengatakan serangan teror mempunyai daya kejut yang tinggi di kalangan teroris. Serangan mereka bersifat simultan, acak, dan sporadis dengan sarana apa pun yang mungkin saja dilakukan.
"Tidak ada yang bisa memprediksi dengan presisi, kapan, dan di mana aksi bakal dilakukan," ucap dia.
Aksi terorisme dari suatu kelompok juga bisa membangkitkan semangat kelompok lain. Fahmi menilai sebuah aksi terorisme yang berhasil dilakukan sama dengan membuat kepercayaan para teroris semakin tinggi untuk melakukan aksi.
"Bisa saja (ada serangan dari kelompok lain). Makanya saya sebut juga punya kemampuan menginspirasi dan memantik serangan lain," tutur Fahmi.
Atas dasar itulah Fahmi meminta kepada kepolisian untuk tidak terburu-buru memberikan informasi secara gamblang terkait dengan aksi terorisme. Polisi juga harus bisa menekan kelompok lain agar tidak keluar dari 'kandangnya'.
"Prioritasnya harus pada memastikan tidak ada kepanikan di masyarakat, memulihkan situasi dan langkah-langkah penegakan hukum," tegas Fahmi.
Bom bunuh diri menghantam Polrestabes Medan, Rabu 13 November 2019. Pelaku menyusup dengan mengenakan jaket
ojek daring. Dia dapat menembus gerbang saat warga ramai mendatangi Polrestabes Medan.
Kala itu, masyarakat sedang mengurus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) yang dibutuhkan untuk ikut seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pelaku sempat berjalan sekitar 30 sampai 50 meter dari pintu gerbang Polrestabes Medan.
Pukul 08.45 WIB, bom yang dibawa pelaku meledak di halaman Polrestabes Medan. Peristiwa itu membuat enam orang luka ringan, sedangkan pelaku langsung tewas. Korban meliputi empat polisi, satu pegawai harian lepas, dan satu warga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)