medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah telah melakukan penggeledahan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, penyidik KPK hanya bertanya kepada Jaksa Deviyanti Rochaeni soal uang yang diberikan Lenih Marliana, istri dari terdakwa kasus dugaan korupsi dana BPJS di Subang.
Laode mengatakan, Deviyanti menyerahkan uang suap sebesar Rp528 juta itu atas kemauannya sendiri.
"DVR itu yang sukarela menyerahkan uang (ke petugas KPK). Petugas KPK hanya menanyakan uang yang diberikan saudari LM kepada dia (Deviyanti) tapi dia memberikan uang-uang lain yang di dalam situ," kata Laode dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan H. R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (12/4/2016).
Menurut Laode, uang yang diberikan itu bukanlah uang pengganti kerugian negara dari kasus dugaan korupsi dana BPJS. Pasalnya, uang yang diberikan lebih besar.
"Kalau itu bagian uang pengganti juga salah karena uang pengganti hanya Rp168 juta dan itu berlebih diberikan secara sukarela," kata dia.
Dalam operasi tangkap tangan di Kejati Jabar, Laode juga memastikan operasi itu berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dia menegaskan, tidak ada kesalahan prosedur yang dilakukan penyidik dalam OTT di Kejati Jabar.
Sebab, penyidik telah menunjukkan surat perintah tugas dan melaksanakan ketentuan KUHAP serta standard operating procedure (SOP) saat menjalankan tugas.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung, Widyo Pramono menilai KPK telah menyalahi prosedur dalam melakukan OTT di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
"Ada videonya petugas KPK bekerja profesional dan alat kontrol kami di lapangan," kata dia.
Seperti diketahui, KPK menetapkan tersangka kasus dugaan penyalahgunaan dana BPJS di Subang, Jawa Barat. Penetapan tersangka menyusul tertangkap tangannya tiga tersangka yakni, Lenih Marliani (LM), Bupati Subang Ojang Sohandi (OJS), dan seorang Jaksa Deviyanti Rochaeni (DVD).
Status tersangka diberikan kepada Lenih, Ojang, Deviyanti, Jajang Abdul Halid (JAH), dan Fahri Nurmalo (FN). Lenih, Jajang, dan Ojang disangkakan sebagai pemberi suap. Sementata Deviyanti dan Fahri sebagai penerima suap.
Dalam operasi ini, KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang suap sebesar Rp528 juta dari tangan Deviyanti dan Rp385 juta dari tangan Ojang.
Atas perbuatannya, KPK menyangkakan pemberi suap ini dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dan untuk OJS ditambahkan Pasal 12 B UU Tipikor.
Sedangkan untuk penerima suap, disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah telah melakukan penggeledahan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, penyidik KPK hanya bertanya kepada Jaksa Deviyanti Rochaeni soal uang yang diberikan Lenih Marliana, istri dari terdakwa kasus dugaan korupsi dana BPJS di Subang.
Laode mengatakan, Deviyanti menyerahkan uang suap sebesar Rp528 juta itu atas kemauannya sendiri.
"DVR itu yang sukarela menyerahkan uang (ke petugas KPK). Petugas KPK hanya menanyakan uang yang diberikan saudari LM kepada dia (Deviyanti) tapi dia memberikan uang-uang lain yang di dalam situ," kata Laode dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan H. R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (12/4/2016).
Menurut Laode, uang yang diberikan itu bukanlah uang pengganti kerugian negara dari kasus dugaan korupsi dana BPJS. Pasalnya, uang yang diberikan lebih besar.
"Kalau itu bagian uang pengganti juga salah karena uang pengganti hanya Rp168 juta dan itu berlebih diberikan secara sukarela," kata dia.
Dalam operasi tangkap tangan di Kejati Jabar, Laode juga memastikan operasi itu berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dia menegaskan, tidak ada kesalahan prosedur yang dilakukan penyidik dalam OTT di Kejati Jabar.
Sebab, penyidik telah menunjukkan surat perintah tugas dan melaksanakan ketentuan KUHAP serta standard operating procedure (SOP) saat menjalankan tugas.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung, Widyo Pramono menilai KPK telah menyalahi prosedur dalam melakukan OTT di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
"Ada videonya petugas KPK bekerja profesional dan alat kontrol kami di lapangan," kata dia.
Seperti diketahui, KPK menetapkan tersangka kasus dugaan penyalahgunaan dana BPJS di Subang, Jawa Barat. Penetapan tersangka menyusul tertangkap tangannya tiga tersangka yakni, Lenih Marliani (LM), Bupati Subang Ojang Sohandi (OJS), dan seorang Jaksa Deviyanti Rochaeni (DVD).
Status tersangka diberikan kepada Lenih, Ojang, Deviyanti, Jajang Abdul Halid (JAH), dan Fahri Nurmalo (FN). Lenih, Jajang, dan Ojang disangkakan sebagai pemberi suap. Sementata Deviyanti dan Fahri sebagai penerima suap.
Dalam operasi ini, KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang suap sebesar Rp528 juta dari tangan Deviyanti dan Rp385 juta dari tangan Ojang.
Atas perbuatannya, KPK menyangkakan pemberi suap ini dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dan untuk OJS ditambahkan Pasal 12 B UU Tipikor.
Sedangkan untuk penerima suap, disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MBM)