medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali tidak menghadiri sidang uji materi atas tiga undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (19/5/2016).
"Pihak DPR tidak menghadiri persidangan karena sedang masa reses," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat seperti dilansir Antara.
Ada pun agenda persidangan adalah mendengarkan keterangan ahli pemerintah atas uji materi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), dan Undang-undang tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP). Adapun pemohon uji materi ketiga undang-undang itu adalah mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Novanto merasa dirugian dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE. Kedua pasal tersebut mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan yang sah. Selain itu Novanto juga merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 26A UU Tipikor terkait alat bukti yang sah.
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto dimintai keterangan oleh media usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (10/2). Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menurut Novanto, ketentuan-ketentuan itu tidak mengatur secara tegas tentang alat bukti yang sah, serta siapa yang memiliki wewenang untuk melakukan perekaman. Dalam kasus Novanto, Kejaksaan Agung melampirkan alat bukti terhadap dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dari rekaman pembicaraan yang direkam oleh Maroef Sjamsoeddin.
medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali tidak menghadiri sidang uji materi atas tiga undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (19/5/2016).
"Pihak DPR tidak menghadiri persidangan karena sedang masa reses," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat seperti dilansir
Antara.
Ada pun agenda persidangan adalah mendengarkan keterangan ahli pemerintah atas uji materi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), dan Undang-undang tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP). Adapun pemohon uji materi ketiga undang-undang itu adalah mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Novanto merasa dirugian dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE. Kedua pasal tersebut mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan yang sah. Selain itu Novanto juga merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 26A UU Tipikor terkait alat bukti yang sah.
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto dimintai keterangan oleh media usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (10/2). Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menurut Novanto, ketentuan-ketentuan itu tidak mengatur secara tegas tentang alat bukti yang sah, serta siapa yang memiliki wewenang untuk melakukan perekaman. Dalam kasus Novanto, Kejaksaan Agung melampirkan alat bukti terhadap dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dari rekaman pembicaraan yang direkam oleh Maroef Sjamsoeddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)