medcom.id, Jakarta: Rumah Sakit Harapan Bunda seakan lepas tangan terhadap korban vaksin paslu. Ketua Aliansi Korban Vaksin RS Harapan Bunda, Augus Siregar mengatakan, RS Harapan Bunda tidak memiliki iktikad baik untuk mempertanggungjawabkan masalah tersebut.
"Sampai saat ini, RS Harapan Bunda tidak mau menanggung biaya medical check up korban vaksin palsu. Kami masih menunggu itu," kata Augus di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/8/2016).
Augus menyampaikan, RS Harapan Bunda juga tidak mau memberikan rekam medis korban. Padahal, dalam pasal 52 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, rekam medis merupakan milik pasien dan boleh diminta.
"Nyatanya ini tidak kami terima. RS Harapan Bunda mengaku satgas vaksin melarang RS memberikan rekam medis," tuturnya.
Kiri-kanan : Dewan Pakar Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) dr Roza, Ketua YPKKI dr Marius Widjajarta, Moderator, Komisioner Kontras Rivanlee, dan Ketua Aliansi Korvan Vaksin Palsu Harapan Bunda, Augus Siregar (baju putih). Foto: MTVN/Nur Azizah
Ia menambahkan, beberapa pasien menerima rekam medis dari RS Harapan Bunda melalui pesan singkat. Augus dan keluarga korban vaksin lainnya mendesak agar transparan dalam memberikan rekam medis.
"Kami juga meminta satgas vaksin mempublikasikan mekanisme, hasil kajian, dan capaian kerja selama penanganan kasus ini," tutur dia.
Hingga saat ini, para korban vaksin palsu masih menunggu permintaan maaf dari Kementerian Kesehatan, BPOM, dan rumah sakit yang terlibat.
medcom.id, Jakarta: Rumah Sakit Harapan Bunda seakan lepas tangan terhadap korban vaksin paslu. Ketua Aliansi Korban Vaksin RS Harapan Bunda, Augus Siregar mengatakan, RS Harapan Bunda tidak memiliki iktikad baik untuk mempertanggungjawabkan masalah tersebut.
"Sampai saat ini, RS Harapan Bunda tidak mau menanggung biaya medical check up korban vaksin palsu. Kami masih menunggu itu," kata Augus di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/8/2016).
Augus menyampaikan, RS Harapan Bunda juga tidak mau memberikan rekam medis korban. Padahal, dalam pasal 52 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, rekam medis merupakan milik pasien dan boleh diminta.
"Nyatanya ini tidak kami terima. RS Harapan Bunda mengaku satgas vaksin melarang RS memberikan rekam medis," tuturnya.
Kiri-kanan : Dewan Pakar Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) dr Roza, Ketua YPKKI dr Marius Widjajarta, Moderator, Komisioner Kontras Rivanlee, dan Ketua Aliansi Korvan Vaksin Palsu Harapan Bunda, Augus Siregar (baju putih). Foto: MTVN/Nur Azizah
Ia menambahkan, beberapa pasien menerima rekam medis dari RS Harapan Bunda melalui pesan singkat. Augus dan keluarga korban vaksin lainnya mendesak agar transparan dalam memberikan rekam medis.
"Kami juga meminta satgas vaksin mempublikasikan mekanisme, hasil kajian, dan capaian kerja selama penanganan kasus ini," tutur dia.
Hingga saat ini, para korban vaksin palsu masih menunggu permintaan maaf dari Kementerian Kesehatan, BPOM, dan rumah sakit yang terlibat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)