medcom.id, Jakarta: Yayat Cahdiyat alias Abu Salam, 41, adalah residivis kasus teror yang tewas dalam penyergapan di Kantor Kelurahan Arjuna, Cicendo, Bandung, Jawa Barat. Polisi pun dinilai belum optimal dalam menjalankan deradikalisasi para mantan narapidana kasus terorisme.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengaku, proses deradikalisasi tak semudah membalikkan telapak tangan. Proses yang dilalui cukup panjang.
"Harus lintas kementerian, ada program khusus yang dikaitkan juga dengan program post release program," kata Boy di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu 1 Maret 2017.
Boy menerangkan, post realease program melibatkan banyak pemangku kepentingan. Dengan begitu, perhatian kepada mereka yang terindikasi atau yang telah terbukti terlibat tindak pidana terorisme dapat diberikan dengan baik.
"Jadi program ini harus berkesinambungan, harus berupaya dengan pendekatan pemahaman konsep toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga mencari solusi pascamasa hukuman sehingga mereka tidak kembali ke habitatnya," beber dia.
Jenderal bintang dua itu mengatakan, semestinya ada monitoring terhadap para mantan narapidana kasus terorisme. Pemantauan tersebut, kata Boy, bukanlah hukuman. "Hanya sebagai mengembalikan mereka ke masyarakat," ucapnya.
Program post realease juga terus dievaluasi untuk mencari format deradikalisasi terbaik. "Yang penting program itu efektif. Agar mereka yang pernah tergabung kelompok teror bisa efektif," ujarn mantan Kapolda Banten itu.
Boy mengakui bila formula deradikalisasi terus dipikirkan lantaran tantangan melawan radikalisme dan terorisme kian variatif. Tidak mudah untuk mengembalikan para mantan narapidana terorisme ataupun yang baru terpapar radikalisme kembali ke jalan yang benar.
"Perlu perjuangan, variasi program dan yang penting dapat menyentuh hati mereka," kata dia.
medcom.id, Jakarta: Yayat Cahdiyat alias Abu Salam, 41, adalah residivis kasus teror yang tewas dalam penyergapan di Kantor Kelurahan Arjuna, Cicendo, Bandung, Jawa Barat. Polisi pun dinilai belum optimal dalam menjalankan deradikalisasi para mantan narapidana kasus terorisme.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengaku, proses deradikalisasi tak semudah membalikkan telapak tangan. Proses yang dilalui cukup panjang.
"Harus lintas kementerian, ada program khusus yang dikaitkan juga dengan program
post release program," kata Boy di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu 1 Maret 2017.
Boy menerangkan,
post realease program melibatkan banyak pemangku kepentingan. Dengan begitu, perhatian kepada mereka yang terindikasi atau yang telah terbukti terlibat tindak pidana terorisme dapat diberikan dengan baik.
"Jadi program ini harus berkesinambungan, harus berupaya dengan pendekatan pemahaman konsep toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga mencari solusi pascamasa hukuman sehingga mereka tidak kembali ke habitatnya," beber dia.
Jenderal bintang dua itu mengatakan, semestinya ada monitoring terhadap para mantan narapidana kasus terorisme. Pemantauan tersebut, kata Boy, bukanlah hukuman. "Hanya sebagai mengembalikan mereka ke masyarakat," ucapnya.
Program
post realease juga terus dievaluasi untuk mencari format deradikalisasi terbaik. "Yang penting program itu efektif. Agar mereka yang pernah tergabung kelompok teror bisa efektif," ujarn mantan Kapolda Banten itu.
Boy mengakui bila formula deradikalisasi terus dipikirkan lantaran tantangan melawan radikalisme dan terorisme kian variatif. Tidak mudah untuk mengembalikan para mantan narapidana terorisme ataupun yang baru terpapar radikalisme kembali ke jalan yang benar.
"Perlu perjuangan, variasi program dan yang penting dapat menyentuh hati mereka," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)