medcom.id, Jakarta: Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak LPAI Reza Indragiri menyebut anak-anak dan remaja yang gemar berselancar di media sosial berpotensi menjadi target kejahatan seksual di dunia maya.
Hal ini mengingat bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga pengguna media sosial aktif di seluruh dunia dan kebanyakan penggunanya adalah anak-anak hingga remaja.
"Kita tahu setiap pengguna tidak hanya memiliki satu akun saja. Bisa 2 bahkan 3, dan pantas jika kita menarik kesimpulan anak-anak dan remaja sebagai pecandu media sosial memang target potensial masuk dalam kejahatan seksual," kata Reza, dalam Primetime News, Selasa 14 Maret 2017.
Bagaimana menjadikan anak sebagai objek kejahatan seksual, kata Reza, tak terlepas sifat paedofilia. Paedofilia sendiri ada yang memang disposisional, hanya menyukai anak-anak sebagai objek seksual dan situasional.
Sanksi Kebiri
Salah satu sanksi untuk menekan kejahatan seksual dengan hukuman kebiri pun, diragukan efektifitasnya oleh Reza. Pasalnya, kebiri hanya salah satu bentuk pemberatan sanksi yang ada dalam revisi kedua UU Perlindungan Anak, yang realisasinya kadang tak sesuai dan tak menimbulkan efek jera.
"Persoalannya belum ada ketentuan teknis melaksanakan hukuman ini. Kunci bagi berlangsungnya hukum yang efektif adalah kecepatan proses (penyelesaian perkara)," katanya.
Tak hanya hukuman bagi pelaku, korban kekerasan seksual juga butuh pemulihan dengan rehabilitasi dan restitusi. LPAI sendiri mengaku sering merekomendasikan kepada pemerintah agar melakukan rehabilitasi sepanjang hayat korban agar tidak menjadi predator berikutnya.
"Segera mungkin kita punya basis data pelaku yang terbuka yang masysarakat bisa melihat siapa pelaku kejahatan seksual pada anak dan juga basis data korban secara tertutup dan eksklusif hanya untuk kepentingan rehabilitasi," jelasnya.
medcom.id, Jakarta: Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak LPAI Reza Indragiri menyebut anak-anak dan remaja yang gemar berselancar di media sosial berpotensi menjadi target kejahatan seksual di dunia maya.
Hal ini mengingat bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga pengguna media sosial aktif di seluruh dunia dan kebanyakan penggunanya adalah anak-anak hingga remaja.
"Kita tahu setiap pengguna tidak hanya memiliki satu akun saja. Bisa 2 bahkan 3, dan pantas jika kita menarik kesimpulan anak-anak dan remaja sebagai pecandu media sosial memang target potensial masuk dalam kejahatan seksual," kata Reza, dalam Primetime News, Selasa 14 Maret 2017.
Bagaimana menjadikan anak sebagai objek kejahatan seksual, kata Reza, tak terlepas sifat paedofilia. Paedofilia sendiri ada yang memang disposisional, hanya menyukai anak-anak sebagai objek seksual dan situasional.
Sanksi Kebiri
Salah satu sanksi untuk menekan kejahatan seksual dengan hukuman kebiri pun, diragukan efektifitasnya oleh Reza. Pasalnya, kebiri hanya salah satu bentuk pemberatan sanksi yang ada dalam revisi kedua UU Perlindungan Anak, yang realisasinya kadang tak sesuai dan tak menimbulkan efek jera.
"Persoalannya belum ada ketentuan teknis melaksanakan hukuman ini. Kunci bagi berlangsungnya hukum yang efektif adalah kecepatan proses (penyelesaian perkara)," katanya.
Tak hanya hukuman bagi pelaku, korban kekerasan seksual juga butuh pemulihan dengan rehabilitasi dan restitusi. LPAI sendiri mengaku sering merekomendasikan kepada pemerintah agar melakukan rehabilitasi sepanjang hayat korban agar tidak menjadi predator berikutnya.
"Segera mungkin kita punya basis data pelaku yang terbuka yang masysarakat bisa melihat siapa pelaku kejahatan seksual pada anak dan juga basis data korban secara tertutup dan eksklusif hanya untuk kepentingan rehabilitasi," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)