Gedung MK----Google Image
Gedung MK----Google Image

MK Gelar Putusan Gugatan UU MD3

Anggi Tondi Martaon • 22 September 2015 10:48
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang putusan terkait permohonan gugatan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 MPR, DPD, DPR dan DPRD (MD3), Selasa (22/9/2015). Sidang rencananya digelar pukul 10.00 WIB.
 
Pendaftaran permohonan pengujian UU tersebut diwakili Tim Litigasi DPD RI yang diketuai oleh I Wayan Sudirta (anggota DPD asal Provinsi Bali) didampingi beberapa anggota DPD RI dan penasihat hukum.
 
I Wayan Sudirta menerangkan, UU No 17/2014 Tentang MD3 inskonstitusional formil dan materiil. Inskontitusional formil di antaranya, Pertama, UU MD3 melanggar tata cara dalam melaksanakan perintah pendelegasian pembentukan peraturan sebagaimana ditegaskan konstitusi, yang seharusnya dibentuk UU MPR, UU DPR, dan UU DPD secara tersendiri.

Kedua, dalam paragraf 1 pembentukan UU, Pasal 162-174 UU MD3 yaitu seluruh ketentuan paragraf ini harus masuk dalam UU Pembentukan Peratuaran Perundang-undangan (P3), karena di dalam perintah pendelegasian Pasal 22A UUD 1945 menegaskan: Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.
 
Ketiga, Proses pembentukan UU MD3 melanggar ketentuan Pasal 22D Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945 yang memberikan wewenang konstitusional kepada DPD untuk mengajukan dan ikut membahas RUU. Dalam hal ini, DPD tidak diikutsertakan dalam proses pembentukan UU MD3.
 
Sedangkan Inskonstitusional materiil yang terdapat dalam UU MD3 yaitu inskonstitusionalitas dalam fungsi legislasi, inskonstitusionalitas dalam hubungan antarlembaga perwakilan, inskonstitusionalitas dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. ‎

Inskonstitusionalitas itu terdapat dalam fungsi legislasi pada Pasal 166 Ayat (2) dan Pasal 167 Ayat (1) UU MD3, Pasal 276 Ayat (1) UU MD3, Pasal 277 Ayat (1) UU MD3, Pasal 165 dan Pasal 166 UU MD3, Pasal 71 huruf c UU MD3, Pasal 170 Ayat (5) UU MD3, Pasal 171 Ayat (1) UU MD3, Pasal 249 huruf b UU MD3.
 
I Wayan Sudirta mencontohkan Inskonstitusionalitas dalam fungsi legislasi di antaranya mengenai pemasungan konstitusional terhadap DPD karena RUU yang diajukan DPD, 'difilter' pimpinan DPR untuk disampaikan kepada Presiden.
 
Kemudian pokok-pokok inskonstitusionalitas dalam hubungan antarlembaga perwakilan yaitu mengenai pengaturan diskriminatif antarlembaga perwakilan, ketiadaan kesejajaran kedudukan lembaga perwakilan, dan pengingkaran terhadap Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012.
 
I Wayan Sudirta mengatakan, beberapa diskriminasi di antaranya anggota DPR harus mendapat persetujuan Mahkamah Kehormatan DPR untuk dapat dianggil dan diperiksa, sedangkan ketentuan tersebut tidak berlaku untuk anggota DPD dan MPR.

Diskriminasi lainnya yaitu peniadaan pengaturan anggota DPR diberhentikan antarwaktu apabila tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR sebanyak enam kali berturut-turut. Namun untuk anggota DPD, ketentuan tersebut masih ada.
 
”Masalah keistimewaan dan kekuasaan yang luar biasa ditambah lagi dalam UU ini, misalnya kalau DPR harus mendapat persetujuan Mahkamah Kehormatan untuk dapat memanggil dan memeriksa anggota DPR sedangkan DPD tidak begitu, ini UU yang sangat ganjil dan diskriminatif”,  kata Wayan Sudirta.
 
Pokok-pokok inskonstitusionalitas dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN di antaranya terkait penghapusan bagian penyidikan untuk anggota MPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, penghapusan tugas dan wewenang DPR untuk membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan BPK, serta penghapusan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara.
 
Menurut I Wayan Sudirta, UU MD3 ini bertentangan dengan UUD 1945 yang telah diberikan tafsir oleh MK melalui Putusan No.92/PUU-X/2012. Dengan disetujuinya UU Nomor 17 Tahun 2014 ini, DPR dianggap telah menghina putusan MK.
 
”Karena DPR yang membuat UU MK dan menyatakan keputusan MK final dan mengikat. Ketika keputusan berkaitan DPD dijatuhkan, putusan tidak diakomodir, seharusnya tidak bisa diabaikan. Kalau terus menerus tidak diakomodir, ini bermain-main dengan negara. Kejaksaan, kepolisian, KPK dirugikan, DPD dirugikan," jelas Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI tersebut.‎
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TII)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan