medcom.id, Jakarta: Komnas HAM menolak pengaturan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Komisioner HAM Nur Kholis mengatakan kejahatan yang diatur dalam BAB IX RKUHP ialah kejahatan internasional yang merupakan kejahatan luar biasa karena karakter khususnya yang berbeda dengan kejahatan biasa dan kejahatan umum. Memasukkan kejahatan-kejahatan itu dalam RKUHP memiliki implikasi direduksinya kejahatan luar biasa tersebut menjadi kejahatan biasa.
"Akibatnya dapat menimbulkan implikasi turunan, yaitu ditiadakannya asas-asas yang berlaku khusus sehingga berpotensi melanggengkan impunitas," ujar Nur seperti dilansir Media Indonesia, Kamis 15 Juni 2017.
Di antara asas-asas yang berlaku khusus atau yang tidak berlaku untuk kejahatan umum seperti tidak berlakunya ketentuan kedaluwarsa, dapat diterapkannya secara retroaktif, kewajiban menyerahkan (pelaku) atau mengadilinya atau menyerahkan atau menghukumnya. Selain itu, pertanggungjawaban pidana komandan (militer) atau atasan (sipil) atas kejahatan yang dilakukan bawahan yang berada di bawah kekuasaan atau pengendaliannya yang efektif, serta tidak mutlaknya penerapan konsep nebis in idem.
Menurut Nur, kejahatan-kejahatan yang telah mengguncang hati nurani manusia karena kekejaman, sifatnya yang sistematis, besarnya jumlah korban, dan sebarannya yang luas sepatutnya menjadi urusan komunitas internasional bahkan menjadi kewajiban semua umat manusia untuk mencegahnya.
"Akan sulit jika kejahatan tersebut dimasukkan ke RKUHP. Menjadi jauh lebih praktis apabila pengaturan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi diatur dalam UU tersendiri yang bersifat khusus."
Sebagaimana yang selama ini telah diatur dalam UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM, hal itu tidaklah dapat dikatakan bertentangan dengan sistem kodifikasi. Bahkan sebaliknya, jika dimasukkan ke RKUHP justru akan membuat tujuan rekodifikasi hukum pidana sulit tercapai.
Dilarang amnesti
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menegaskan hukum internasional melarang kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan untuk diberikan amnesti.
Detailnya berdasarkan Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Gross Violations of International Human Right Law and Serious Violations of International Humanitarian Law, General Comment 31, Update Set of Principles to Combat Impunity dalam Prinsip 1, 19, 22, dan 24.
Di dalamnya tertulis bahwa ketika terjadi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, setiap negara memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menuntut dan menghukum secara setimpal pelakunya serta tidak memberikan amnesti kepada para pejabat atau aparat negara sampai mereka dituntut ke pengadilan.
"Jadi ada kewajiban negara untuk menghukum pelaku dan memberikan kompensasi terhadap korban," ucap dia.
medcom.id, Jakarta: Komnas HAM menolak pengaturan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Komisioner HAM Nur Kholis mengatakan kejahatan yang diatur dalam BAB IX RKUHP ialah kejahatan internasional yang merupakan kejahatan luar biasa karena karakter khususnya yang berbeda dengan kejahatan biasa dan kejahatan umum. Memasukkan kejahatan-kejahatan itu dalam RKUHP memiliki implikasi direduksinya kejahatan luar biasa tersebut menjadi kejahatan biasa.
"Akibatnya dapat menimbulkan implikasi turunan, yaitu ditiadakannya asas-asas yang berlaku khusus sehingga berpotensi melanggengkan impunitas," ujar Nur seperti dilansir
Media Indonesia, Kamis 15 Juni 2017.
Di antara asas-asas yang berlaku khusus atau yang tidak berlaku untuk kejahatan umum seperti tidak berlakunya ketentuan kedaluwarsa, dapat diterapkannya secara retroaktif, kewajiban menyerahkan (pelaku) atau mengadilinya atau menyerahkan atau menghukumnya. Selain itu, pertanggungjawaban pidana komandan (militer) atau atasan (sipil) atas kejahatan yang dilakukan bawahan yang berada di bawah kekuasaan atau pengendaliannya yang efektif, serta tidak mutlaknya penerapan konsep nebis in idem.
Menurut Nur, kejahatan-kejahatan yang telah mengguncang hati nurani manusia karena kekejaman, sifatnya yang sistematis, besarnya jumlah korban, dan sebarannya yang luas sepatutnya menjadi urusan komunitas internasional bahkan menjadi kewajiban semua umat manusia untuk mencegahnya.
"Akan sulit jika kejahatan tersebut dimasukkan ke RKUHP. Menjadi jauh lebih praktis apabila pengaturan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi diatur dalam UU tersendiri yang bersifat khusus."
Sebagaimana yang selama ini telah diatur dalam UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM, hal itu tidaklah dapat dikatakan bertentangan dengan sistem kodifikasi. Bahkan sebaliknya, jika dimasukkan ke RKUHP justru akan membuat tujuan rekodifikasi hukum pidana sulit tercapai.
Dilarang amnesti
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menegaskan hukum internasional melarang kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan untuk diberikan amnesti.
Detailnya berdasarkan Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Gross Violations of International Human Right Law and Serious Violations of International Humanitarian Law, General Comment 31, Update Set of Principles to Combat Impunity dalam Prinsip 1, 19, 22, dan 24.
Di dalamnya tertulis bahwa ketika terjadi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, setiap negara memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menuntut dan menghukum secara setimpal pelakunya serta tidak memberikan amnesti kepada para pejabat atau aparat negara sampai mereka dituntut ke pengadilan.
"Jadi ada kewajiban negara untuk menghukum pelaku dan memberikan kompensasi terhadap korban," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)