medcom.id, Jakarta: Orang tua korban vaksin palsu di Rumah Sakit Harapan Bunda (RSHB), Kramat Jati, Jakarta Timur menuntut manajemen rumah sakit transparan soal vaksin palsu. Firdaus, salah satu orang tua korban mengaku terakhir memvaksin anaknya di RSHB, Februari 2016.
Pada buku vaksin tertera jenis vaksin yang diberikan kepada anaknya bermerek Pediacel. Hal ini mebuatnya khawatir karena dalam keterangan manajeman RSHB, vaksin palsu bermerk Pediacel baru masuk pada periode Maret-Juni 2016. Sedangkan RSHB menjamin vaksin di luar periode tersebut asli.
"Katanya yang palsu yang ada strip birunya dan mereknya Pediacel. Ini anak saya divaksin ada strip birunya. Saya minta rumah sakit transparan," kata Firdaus kepada Metrotvnews.com, Selasa 19 Juli.
Pegawai Dinas Kesehatan menunjukan dua botol vaksin Poliomyelitis Oral/ANT/Jojon
Firdaus menduga vaksin palsu memengaruhi kesehatan Muhammad Aldrich Kenzie yang kini berusia 13 bulan. Tubuh Aldrich tak sekuat balita lainnya,
"Efeknya anak agak rentan sakit, pertama sering muncul bintik-bintik merah di tangan," ucap dia.
Tak hanya transparansi, Firdaus juga meminta RSHB bertanggung jawab melakukan medical check up terhadap anak-nank yang mendapatkan vaksin palsu. RSHB dituntut menjelaskan vaksin apa saja yang diterima anak-anak melalui rekam medis.
Menurut Firdaus, hingga saat ini RSHB baru mendata korban vaksin palsu dan berjanji memvaksin ulang mereka yang menjadi korban. "Kalau dari rumah sakit nanti katanya dihubungi untuk vaksin ulang, tapi sampai sekarang belum ada konfirmasi untuk vaksin ulang," ujar dia.
Penyidik Bareskrim Polri mengungkap kasus penjualan vaksin palsu dan telah menetapkan 23 tersangka. Salah satunya ialah dokter Indra Sugiarno, dokter spesialis anak di RSHB. Seluruh tersangka sudah ditahan, kecuali tiga orang karena alasan kemanusiaan. Kementerian Kesehatan merilis ada 14 rumah sakit, delapan bidang, dan dua klinik yang menggunakan vaksin palsu.
medcom.id, Jakarta: Orang tua korban vaksin palsu di Rumah Sakit Harapan Bunda (RSHB), Kramat Jati, Jakarta Timur menuntut manajemen rumah sakit transparan soal vaksin palsu. Firdaus, salah satu orang tua korban mengaku terakhir memvaksin anaknya di RSHB, Februari 2016.
Pada buku vaksin tertera jenis vaksin yang diberikan kepada anaknya bermerek Pediacel. Hal ini mebuatnya khawatir karena dalam keterangan manajeman RSHB, vaksin palsu bermerk Pediacel baru masuk pada periode Maret-Juni 2016. Sedangkan RSHB menjamin vaksin di luar periode tersebut asli.
"Katanya yang palsu yang ada strip birunya dan mereknya Pediacel. Ini anak saya divaksin ada strip birunya. Saya minta rumah sakit transparan," kata Firdaus kepada
Metrotvnews.com, Selasa 19 Juli.
Pegawai Dinas Kesehatan menunjukan dua botol vaksin Poliomyelitis Oral/ANT/Jojon
Firdaus menduga vaksin palsu memengaruhi kesehatan Muhammad Aldrich Kenzie yang kini berusia 13 bulan. Tubuh Aldrich tak sekuat balita lainnya,
"Efeknya anak agak rentan sakit, pertama sering muncul bintik-bintik merah di tangan," ucap dia.
Tak hanya transparansi, Firdaus juga meminta RSHB bertanggung jawab melakukan medical check up terhadap anak-nank yang mendapatkan vaksin palsu. RSHB dituntut menjelaskan vaksin apa saja yang diterima anak-anak melalui rekam medis.
Menurut Firdaus, hingga saat ini RSHB baru mendata korban vaksin palsu dan berjanji memvaksin ulang mereka yang menjadi korban. "Kalau dari rumah sakit nanti katanya dihubungi untuk vaksin ulang, tapi sampai sekarang belum ada konfirmasi untuk vaksin ulang," ujar dia.
Penyidik Bareskrim Polri mengungkap kasus penjualan vaksin palsu dan telah menetapkan 23 tersangka. Salah satunya ialah dokter Indra Sugiarno, dokter spesialis anak di RSHB. Seluruh tersangka sudah ditahan, kecuali tiga orang karena alasan kemanusiaan. Kementerian Kesehatan merilis ada 14 rumah sakit, delapan bidang, dan dua klinik yang menggunakan vaksin palsu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)