medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) belum mengetahui kaitan dugaan suap penanganan permohonan pendaftaran peninjauan kembali (PK) dan penggeledahan di ruang kerja milik Sekertaris MA, Nuhadi. Untuk mencari tahu hubungan kedua hal tersebut, Badan Pengawas MA saat ini sudah membentuk tim.
"(Badan pengawas akan mencari) Korelasi antara peristiwa (kasus dugaan suap), kemudian ada penggeledahan di ruangan Mahkamah Agung. Mereka sudah membentuk tim," kata Juru Bicara MA Suhadi di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016).
Untuk mencari hubungan kasus ini, sambung dia, tak tertutup kemungkinan Bawas nantinya memanggil dan meminta keterangan Nurhadi. Tapi, sejauh ini belum memeriksa Nurhadi. "Bisa saja, bisa saja mendengarkan klarifikasi (dari Nurhadi)," ucap dia.
Dalam kasus dugaan suap ini, Direktorat Jenderal Imigrasi telah mencegah Nurhadi untuk berpergian ke luar negeri. Dia dicegah selama enam bulan ke depan.
Pencegahan ini berdasarkan keputusan pimpinan KPK No: KEP-484/01-23/04/2016, pada Kamis 21 April 2016.
Direktur Jenderal Imigrasi Ronnie F. Sompie mengatakan, pencegahan ini lakukan lantaran KPK ingin memeriksa Nurhadi sebagai saksi. Pemeriksaan ini kuat dugaan terkait kasus dugaan suap penanganan permohonan pendaftaran PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tim KPK telah menggeledah sejumlah tempat terkait kasus dugaan suap penanganan permohonan pendaftaran PK di PN Jakpus. Tempat yang digeledah di antaranya ruang kerja dan kediaman Nurhadi.
Dari penggeledahan itu tim KPK menyita sejumlah dokumen dan uang. Tapi, belum dapat dipastikan berapa jumlah uang tersebut, karena masih dalam proses penghitungan.
KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan pendaftaran PK di PN Jakpus. Mereka yakni Panitera atau Sekertaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta Doddy Aryanto Supeno.
Edy dan Doddy tertangkap tangan sedang bertransaksi suap di sebuah hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu 20 April. Keduanya ditangkap di parkiran basement hotel.
Dalam operasi ini, penyidik menyita uang sebesar Rp50 juta. Uang itu diserahkan dari Doddy kepada Edy. Uang tersebut merupakan sebagian kecil dari jumlah uang yang dijanjikan sebesar Rp500 juta. Sebelumnya, Doddy juga telah memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Edy, pada Desember 2015.
Edy disangkakan sebagai penerima suap, sedangkan Doddy disangkakan sebagai pemberi suap.
Atas tindakannya ini, Doddy diduga melanggar Pasal 5 ayat (2) huruf a dan Pasal 5 ayat (1) huruf b dan atau Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Eddy diduga melanggar Pasal 12 huruf a dan atau b dan atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) belum mengetahui kaitan dugaan suap penanganan permohonan pendaftaran peninjauan kembali (PK) dan penggeledahan di ruang kerja milik Sekertaris MA, Nuhadi. Untuk mencari tahu hubungan kedua hal tersebut, Badan Pengawas MA saat ini sudah membentuk tim.
"(Badan pengawas akan mencari) Korelasi antara peristiwa (kasus dugaan suap), kemudian ada penggeledahan di ruangan Mahkamah Agung. Mereka sudah membentuk tim," kata Juru Bicara MA Suhadi di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016).
Untuk mencari hubungan kasus ini, sambung dia, tak tertutup kemungkinan Bawas nantinya memanggil dan meminta keterangan Nurhadi. Tapi, sejauh ini belum memeriksa Nurhadi. "Bisa saja, bisa saja mendengarkan klarifikasi (dari Nurhadi)," ucap dia.
Dalam kasus dugaan suap ini, Direktorat Jenderal Imigrasi telah mencegah Nurhadi untuk berpergian ke luar negeri. Dia dicegah selama enam bulan ke depan.
Pencegahan ini berdasarkan keputusan pimpinan KPK No: KEP-484/01-23/04/2016, pada Kamis 21 April 2016.
Direktur Jenderal Imigrasi Ronnie F. Sompie mengatakan, pencegahan ini lakukan lantaran KPK ingin memeriksa Nurhadi sebagai saksi. Pemeriksaan ini kuat dugaan terkait kasus dugaan suap penanganan permohonan pendaftaran PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tim KPK telah menggeledah sejumlah tempat terkait kasus dugaan suap penanganan permohonan pendaftaran PK di PN Jakpus. Tempat yang digeledah di antaranya ruang kerja dan kediaman Nurhadi.
Dari penggeledahan itu tim KPK menyita sejumlah dokumen dan uang. Tapi, belum dapat dipastikan berapa jumlah uang tersebut, karena masih dalam proses penghitungan.
KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan pendaftaran PK di PN Jakpus. Mereka yakni Panitera atau Sekertaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta Doddy Aryanto Supeno.
Edy dan Doddy tertangkap tangan sedang bertransaksi suap di sebuah hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu 20 April. Keduanya ditangkap di parkiran basement hotel.
Dalam operasi ini, penyidik menyita uang sebesar Rp50 juta. Uang itu diserahkan dari Doddy kepada Edy. Uang tersebut merupakan sebagian kecil dari jumlah uang yang dijanjikan sebesar Rp500 juta. Sebelumnya, Doddy juga telah memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Edy, pada Desember 2015.
Edy disangkakan sebagai penerima suap, sedangkan Doddy disangkakan sebagai pemberi suap.
Atas tindakannya ini, Doddy diduga melanggar Pasal 5 ayat (2) huruf a dan Pasal 5 ayat (1) huruf b dan atau Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Eddy diduga melanggar Pasal 12 huruf a dan atau b dan atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)