Jakarta: Kunjungan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke Koya Tengah, Jayapura, pada Kamis, 3 November lalu guna memeriksa kondisi tersangka kasus korupsi Lukas Enembe menuai kritik.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai alasan tugas tidak dapat membenarkan pimpinan KPK dapat bertemu tersangka. Hal itu tertuang dalam Pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019.
“UU ditafsirkan atas kepentingan pribadi-pribadi, bukan untuk tegaknya hukum dan keadilan objektif,” ungkap Boyamin kepada Medcom.id, Senin, 7 November 2022.
Boyamin menjelaskan kenapa UU KPK direvisi karena sebelumnya hal serupa juga sempat dilakukan Firli saat bertemu Zainul Majdi dan juga Bahrullah Akbar yang saat itu sedang dalam pemeriksaan kasus korupsi. Dari situlah muncul revisi UU KPK yang menyatakan pimpinan KPK tidak boleh bertemu tersangka.
Bonyamin mengatakan, tindakan Firli membuktikan dirinya setuju dengan UU KPK terdahulu dan menolak revisi UU Nomor 19 Tahun 2019. UU terdahulu menyatakan pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut, artinya pimpinan KPK (Firli) dapat melakukan kunjungan karena berperan sebagai penyidik.
“Mau enggak mau saya meminta Pak Firli untuk berjuang membatalkan revisi UU KPK, untuk mengesahkan tindakannya menemui Lukas Enembe sebagai tim penyidik,” tutur Boyamin.
Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri ikut mengecek kesehatan dan memeriksa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap di kediamannya pada 3 November 2022.
Kunjungan tersebut dijamin Dewan Pengawas (Dewas) Albertina Ho tidak melanggar etik karena dalam konteks pelaksanaan tugas. Menurutnya pimpinan KPK sejatinya dilarang bertemu pihak perkara, tetapi dalam pemeriksaan kesehatan Lukas Enembe konteksnya berbeda. (Imanuel Rymaldi Matatula)
Jakarta: Kunjungan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK)
Firli Bahuri ke Koya Tengah, Jayapura, pada Kamis, 3 November lalu guna memeriksa kondisi tersangka
kasus korupsi Lukas Enembe menuai kritik.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai alasan tugas tidak dapat membenarkan pimpinan KPK dapat bertemu tersangka. Hal itu tertuang dalam Pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019.
“UU ditafsirkan atas kepentingan pribadi-pribadi, bukan untuk tegaknya hukum dan keadilan objektif,” ungkap Boyamin kepada Medcom.id, Senin, 7 November 2022.
Boyamin menjelaskan kenapa UU KPK direvisi karena sebelumnya hal serupa juga sempat dilakukan Firli saat bertemu Zainul Majdi dan juga Bahrullah Akbar yang saat itu sedang dalam pemeriksaan kasus korupsi. Dari situlah muncul revisi UU KPK yang menyatakan pimpinan KPK tidak boleh bertemu tersangka.
Bonyamin mengatakan, tindakan Firli membuktikan dirinya setuju dengan UU KPK terdahulu dan menolak revisi UU Nomor 19 Tahun 2019. UU terdahulu menyatakan pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut, artinya pimpinan KPK (Firli) dapat melakukan kunjungan karena berperan sebagai penyidik.
“Mau enggak mau saya meminta Pak Firli untuk berjuang membatalkan revisi UU KPK, untuk mengesahkan tindakannya menemui Lukas Enembe sebagai tim penyidik,” tutur Boyamin.
Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri ikut mengecek kesehatan dan memeriksa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap di kediamannya pada 3 November 2022.
Kunjungan tersebut dijamin Dewan Pengawas (Dewas) Albertina Ho tidak melanggar etik karena dalam konteks pelaksanaan tugas. Menurutnya pimpinan KPK sejatinya dilarang bertemu pihak perkara, tetapi dalam pemeriksaan kesehatan Lukas Enembe konteksnya berbeda. (
Imanuel Rymaldi Matatula)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)