Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut hukuman mati bagi koruptor bisa diterapkan. Namun, hukuman mati tidak berlaku bagi kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) di Jabodetabek 2020 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang terjaring OTT.
Sebab, tersangka yang terjerat OTT, yakni Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi (Tipikor). Sementara hukuman mati bagi koruptor tertera dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
"Jadi tidak bisa dituntut dengan hukuman mati apa pun keadaannya karena pasal yang diterapkan sejauh ini adalah pasal penyuapan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri dalam diskusi virtual, Jumat, 12 Maret 2021.
Pasal 2 UU Tipikor ayat (1) berbunyi 'Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar'.
Sementara Pasal 2 ayat (2) berbunyi dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Beleid itu menjelaskan kata 'keadaan tertentu' pada Pasal 2 ayat (2), yakni bila tindak pidana dilakukan terhadap dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Ali menyebut Juliari memang tersangkut hal tersebut lantaran berhubungan dengan bansos. Namun, proses penetapan tersangka Juliari berangkat dari OTT sehingga dikenakan Pasal 12 UU Tipikor sebagai penerima suap dengan hukuman maksimal penjara 20 tahun atau seumur hidup.
"Tapi KPK tidak dalam kapasitas untuk menjawab setuju tidaknya penerapan hukuman mati," ucap dia.
Baca: ICW Minta KPK Dalami Aliran Dana Bansos ke Pihak Swasta
Ali mengatakan kebijakan penerapan vonis hukuman mati atau tidak menjadi ranah pengadilan. Majelis hakim perlu mempertimbangkan berbagai aspek seperti hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Isu hukuman mati untuk pelaku korupsi kembali mencuat. Isu ini dipopulerkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.
Edward menyebut mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bisa dihukum mati karena melakukan korupsi. Kedua orang itu melakukan rasuah di tengah pandemi covid-19 yang sedang melanda Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut hal itu bergantung pada Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Beleid itu menyebutkan hukuman mati bisa diterapkan di kasus korupsi dengan kondisi tertentu. KPK juga harus membuktikan adanya kerugian negara dari tindakan korupsi Edhy dan Juliari.
"Bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur Pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," ujar Firli melalui keterangan tertulis, Rabu, 3 Maret 2021.
Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut hukuman mati bagi koruptor bisa diterapkan. Namun, hukuman mati tidak berlaku bagi kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) di Jabodetabek 2020 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang terjaring OTT.
Sebab, tersangka yang terjerat OTT, yakni Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi (Tipikor). Sementara hukuman mati bagi koruptor tertera dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
"Jadi tidak bisa dituntut dengan hukuman mati apa pun keadaannya karena pasal yang diterapkan sejauh ini adalah pasal penyuapan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri dalam diskusi virtual, Jumat, 12 Maret 2021.
Pasal 2 UU Tipikor ayat (1) berbunyi 'Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar'.
Sementara Pasal 2 ayat (2) berbunyi dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Beleid itu menjelaskan kata 'keadaan tertentu' pada Pasal 2 ayat (2), yakni bila tindak pidana dilakukan terhadap dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Ali menyebut Juliari memang tersangkut hal tersebut lantaran berhubungan dengan bansos. Namun, proses penetapan tersangka Juliari berangkat dari OTT sehingga dikenakan Pasal 12 UU Tipikor sebagai penerima suap dengan hukuman maksimal penjara 20 tahun atau seumur hidup.
"Tapi KPK tidak dalam kapasitas untuk menjawab setuju tidaknya penerapan hukuman mati," ucap dia.
Baca:
ICW Minta KPK Dalami Aliran Dana Bansos ke Pihak Swasta
Ali mengatakan kebijakan penerapan vonis hukuman mati atau tidak menjadi ranah pengadilan. Majelis hakim perlu mempertimbangkan berbagai aspek seperti hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Isu hukuman mati untuk pelaku korupsi kembali mencuat. Isu ini dipopulerkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.
Edward menyebut mantan Menteri Sosial
Juliari Peter Batubara dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo bisa dihukum mati karena melakukan korupsi. Kedua orang itu melakukan rasuah di tengah pandemi covid-19 yang sedang melanda Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut hal itu bergantung pada Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Beleid itu menyebutkan hukuman mati bisa diterapkan di kasus korupsi dengan kondisi tertentu. KPK juga harus membuktikan adanya kerugian negara dari tindakan korupsi Edhy dan Juliari.
"Bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur Pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," ujar Firli melalui keterangan tertulis, Rabu, 3 Maret 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)