Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk, Andra Y Agussalam (AYA) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek Baggage Handling System (BHS). Dia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup.
Penyidik juga menetapkan satu tersangka lain yakni Staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI), Taswin Nur (TSW). Andra selaku penerima suap dan Taswin pemberi suap.
"Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dilanjutkan gelar perkara, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan dua orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 1 Juli 2019.
Praktik rasuah ini terbongkar saat KPK menerima informasi bahwa PT INTI akan memperoleh pekerjaan BHS yang akan dioperasikan oleh PT Angkasa Puta Propertindo (PT APP). Nilai proyek ini kurang lebih Rp86 miliar untuk pengadaan BHS di 6 bandara yang dikelola oleh PT AP II.
Basaria mengatakan PT APP awalnya berencana melakukan tender pengadaan proyek BHS. Namun, Andra mengarahkan agar PT APP melakukan penjajakan untuk penunjukan langsung kepada PT INTI.
Padahal, dalam pedoman perusahaan, penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila terdapat justifikasi dari unit teknis bahwa barang/jasa hanya dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dari pemilik paten.
"AYA juga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan DP dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT INTI dikarenakan ada kendala cashflow dl PT INTI," ujarnya.
Atas arahan Andra, Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa Pura II, Marzuki Battung menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT INTI. Berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi.
Tak hanya itu, Andra juga mengarahkan Direktur PT Angkasa Pura Propertindo, Wisnu Raharjo untuk mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI. Tujuannya, agar DP segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagal modal awal.
"AYA diduga menerima uang SGD96.700 sebagai imbalan atas tindakannya 'mengawal' agar proyek BHS dikerjakan oleh PT INTI," pungkasnya.
Andra selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk, Andra Y Agussalam (AYA) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek Baggage Handling System (BHS). Dia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup.
Penyidik juga menetapkan satu tersangka lain yakni Staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI), Taswin Nur (TSW). Andra selaku penerima suap dan Taswin pemberi suap.
"Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dilanjutkan gelar perkara, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan dua orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 1 Juli 2019.
Praktik rasuah ini terbongkar saat KPK menerima informasi bahwa PT INTI akan memperoleh pekerjaan BHS yang akan dioperasikan oleh PT Angkasa Puta Propertindo (PT APP). Nilai proyek ini kurang lebih Rp86 miliar untuk pengadaan BHS di 6 bandara yang dikelola oleh PT AP II.
Basaria mengatakan PT APP awalnya berencana melakukan tender pengadaan proyek BHS. Namun, Andra mengarahkan agar PT APP melakukan penjajakan untuk penunjukan langsung kepada PT INTI.
Padahal, dalam pedoman perusahaan, penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila terdapat justifikasi dari unit teknis bahwa barang/jasa hanya dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dari pemilik paten.
"AYA juga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan DP dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT INTI dikarenakan ada kendala
cashflow dl PT INTI," ujarnya.
Atas arahan Andra, Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa Pura II, Marzuki Battung menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT INTI. Berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi.
Tak hanya itu, Andra juga mengarahkan Direktur PT Angkasa Pura Propertindo, Wisnu Raharjo untuk mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI. Tujuannya, agar DP segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagal modal awal.
"AYA diduga menerima uang SGD96.700 sebagai imbalan atas tindakannya 'mengawal' agar proyek BHS dikerjakan oleh PT INTI," pungkasnya.
Andra selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(EKO)