Juru bicara bidang penindakan KPK, Ali Fikri. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam
Juru bicara bidang penindakan KPK, Ali Fikri. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam

Minim Pengawasan Penyebab Tukin di Kementerian ESDM Jadi Ladang Korupsi

Candra Yuri Nuralam • 16 Juni 2023 17:57
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai minimnya pengawasan menjadi penyebab tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi ladang rasuah. Memanipulasi dana pegawai negeri sipil (PNS) merupakan permainan kotor yang sulit.
 
"Sebenarnya tidak mudah modus semacam itu ya bila pengawasan dan evaluasi berjalan efektif di masing-masing satkernya (satuan kerjanya)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 16 Juni 2023.
 
Pembayaran gaji dan tukin PNS sejatinya harus dilengkapi dokumen yang bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, pengawasannya juga ketat karena menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Masalah minimnya pengawasan ini wajib dievaluasi oleh semua instansi. Tunjangan maupun gaji PNS tidak boleh menjadi ladang korupsi lagi.
 
"Tentu itu titik yang perlu segera ditutup tentunya," ucap Ali.
 
KPK menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan rasuah penyaluran tukin di Kementerian ESDM. Negara ditaksir merugi Rp27,6 miliar.
 
Mereka yakni Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, staf PPK Lernhard Febrian Sirait, dan Bendahara Pengeluaran Abdullah.
 
Baca juga: KPK Tahan 9 Tersangka Kasus Korupsi Penyaluran Tukin di Kementerian ESDM

 
Tersangka lainnya, yakni Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine.
 
Dalam perkara ini, Priyono diduga menerima Rp4,75 miliar. Novian mengantongi Rp1 miliar. Lalu, Lernhard menerima Rp10,8 miliar.
 
Kemudian, Abdullah menerima Rp350 juta, Christa menerima Rp2,5 miliar, Haryat menerima Rp1,4 miliar, dan Beni menerima Rp4,1 miliar.
 
Hendi menerima Rp1,4 miliar, Rakhmat menerima Rp1,6 miliar, dan Maria menerima Rp900 juta. Uang itu dipakai untuk berbagai kebutuhan.
 
Sebagian uangnya diberikan ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp1,03 miliar. Sebagian juga dipakai untuk operasional keperluan kantor.
 
Para tersangka juga menggunakan uang haram itu untuk kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan,pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan, dan logam mulia.
 
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan