Jakarta: Saksi ahli dalam sidang uji materiel UU Kejaksaan, UU Tipikor, dan UU KPK, Jamin Ginting, mengatakan ada tumpang tindih penegakan hukum dalam pidana korupsi. Dia menyebut dalam perkara korupsi, Jaksa bisa berperan sebagai penyelidik, penyidik, dan penuntun umum.
“Karena pada akhirnya hal ini akan membuat bias fungsi check and balance dalam pengawasan. Di mana penyelidik dan penyidik adalah Jaksa, selanjutnya penuntut umum juga adalah seorang Jaksa. Ego sektoral dan emosional institusi untuk saling melindungi ini justru akan mengaburkan fungsi pengawasan,” ujar Jamin selaku saksi ahli pemohon dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 11 Juli 2023.
Ahli Hukum Tindak Pidana Korupsi dari Universitas Pelita Harapan (UPH) itu itu menjelaskan dalam asas diferensiasi fungsional, menempatkan setiap penegak hukum menjalankan tugas sesuai dengan peran dan kedudukan yang diamanatkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Penyidik merupakan pejabat polisi atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang melakukan penyidikan. Sedangkan, penyelidik adalah pejabat polisi yang diberi wewenang oleh undang-undang melakukan penyelidikan, dan Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Dan penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim," ujar dia.
Jamin mengatakan adanya koordinasi dan fungsi pengawasan diberikan kepada jaksa sejak dikeluarkannya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagaimana termuat pada Pasal 109 KUHAP dan selaras dengan Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2013. Peran serta Jaksa dalam memberikan petunjuk dalam prapenuntutan untuk penyempurnaan penyidikan dari penyidik. Dengan demikian, seharusnya peran penyelidikan dan penyidikan setelah adanya KUHAP tidak lagi diberikan kepada Jaksa.
Dengan berpedoman pada amanah Putusan MK Nomor 28/PUU-V/2007, Jamin berpendapat perlu dibuat struktur kelembagaan negara dalam penanganan tindak pidana korupsi. Yakni Mahkamah Agung sebagai judicial body, Kejaksaan sebagai prosecutor body, KPK dan Kepolisian/PPNS sebagai investigator body, dan PPATK, BI, BPK, Deplu, Depkeu, Kemenkumham, dan Badan Pengelola Aset sebagai supporting body.
Dengan demikian, Jamin melihat persoalan tumpang tindih fungsi penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum akan dapat ditanggulangi dengan tepat.
Jakarta: Saksi ahli dalam sidang uji materiel
UU Kejaksaan, UU Tipikor, dan UU KPK, Jamin Ginting, mengatakan ada tumpang tindih
penegakan hukum dalam pidana korupsi. Dia menyebut dalam perkara korupsi, Jaksa bisa berperan sebagai penyelidik, penyidik, dan penuntun umum.
“Karena pada akhirnya hal ini akan membuat bias fungsi
check and balance dalam pengawasan. Di mana penyelidik dan penyidik adalah Jaksa, selanjutnya penuntut umum juga adalah seorang Jaksa. Ego sektoral dan emosional institusi untuk saling melindungi ini justru akan mengaburkan fungsi pengawasan,” ujar Jamin selaku saksi ahli pemohon dalam sidang di
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 11 Juli 2023.
Ahli Hukum Tindak Pidana Korupsi dari Universitas Pelita Harapan (UPH) itu itu menjelaskan dalam asas diferensiasi fungsional, menempatkan setiap penegak hukum menjalankan tugas sesuai dengan peran dan kedudukan yang diamanatkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Penyidik merupakan pejabat polisi atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang melakukan penyidikan. Sedangkan, penyelidik adalah pejabat polisi yang diberi wewenang oleh undang-undang melakukan penyelidikan, dan Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Dan penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim," ujar dia.
Jamin mengatakan adanya koordinasi dan fungsi pengawasan diberikan kepada jaksa sejak dikeluarkannya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagaimana termuat pada Pasal 109 KUHAP dan selaras dengan Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2013. Peran serta Jaksa dalam memberikan petunjuk dalam prapenuntutan untuk penyempurnaan penyidikan dari penyidik. Dengan demikian, seharusnya peran penyelidikan dan penyidikan setelah adanya KUHAP tidak lagi diberikan kepada Jaksa.
Dengan berpedoman pada amanah Putusan MK Nomor 28/PUU-V/2007, Jamin berpendapat perlu dibuat struktur kelembagaan negara dalam penanganan tindak pidana korupsi. Yakni Mahkamah Agung sebagai judicial body, Kejaksaan sebagai prosecutor body, KPK dan Kepolisian/PPNS sebagai investigator body, dan PPATK, BI, BPK, Deplu, Depkeu, Kemenkumham, dan Badan Pengelola Aset sebagai supporting body.
Dengan demikian, Jamin melihat persoalan tumpang tindih fungsi penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum akan dapat ditanggulangi dengan tepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)