medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai intensif menyidik kasus suap proyek pengadaan satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016. Salah satunya mendalami proses pembahasan anggaran pengadaan satelit di Komisi I DPR RI.
"Yang pasti kita dalami, kasus Bakamla ini. Kita sudah masuk dalam aspek penganggarannya," kata Juru Bicara
KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu 27 September 2017.
Untuk menelusuri pihak yang ikut dalam pembahasan anggaran itu, penyidik memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Achmad Djuned pada Rabu 27 September 2017. Pada pemeriksaan itu, Djuned dicecar soal rapat pembahasan anggaran Bakamla di Komisi I DPR.
Bahkan dalam pemeriksaan, Djuned menyerahkan risalah rapat-rapat terkait pembahasan anggaran proyek Bakamla kepada penyidik. Nantinya, risalah rapat-rapat itu akan didalami penyidik untuk menguatkan bukti-bukti dugaan adanya kongkalikong dalam pembahasan anggaran tersebut.
"Apakah ada pihak lain yang akan didalami terkait proses penganggaran, tentu akan didalami," pungkas Febri.
Dalam kasus ini, Bakamla dan DPR sepakat memutuskan anggaran untuk pengadaan satelit monitoring sebesar
Rp400 miliar. Namun, anggaran itu dipangkas menjadi Rp220 miliar karena pemerintah melakukan penghematan.
Nofel Hasan yang merupakan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla merupakan orang kelima yang dijerat KPK dalam kasus ini. Diduga Nofel bersama dengan Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi selaku Kuasa Pengguna Anggaran menerima hadiah atau janji dari Dirut PT Merial Esa Fahmi Dharmawansyah dan dua anak buahnya yakni M Adami Okta dan Hardy Stefanus terkait pengadaan satelit monitor di Bakamla sebanyak USD 104.500 dari nilai kontrak sebesar Rp220 miliar.
Pada persidangan terdakwa Dirut PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Dharmawansyah mencuat informasi
adanya aliran dana sebesar enam persen dari nilai dua proyek senilai Rp400 miliar atau setara Rp24 miliar kepada Fahmi Al Habsy atau Ali Fahmi untuk dibagikan ke sejumlah anggota DPR. Diduga uang diberikan untuk memuluskan pembahasan anggaran di DPR.
Nama-nama yang disebut menerima aliran dana itu antara lain, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi, Balitbang PDI-P Eva Sundari dan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Bertus Merlas.
Ali Fahmi diketahui kader PDIP yang juga Direktur PT Viva Kreasi Investindo termasuk staf Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Arie Soedewo. Ali Fahmi telah berulang kali mangkir dari pemeriksaan baik di tingkat penyidikan ataupun pada proses persidangan. Hingga kini, KPK masih mencari tahu keberadaan Ali Fahmi yang disebut-sebut sebagai saksi penting untuk mengungkap aliran dana Fahmi Dharmawansyah ke sejumlah anggota DPR.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai intensif menyidik kasus suap proyek pengadaan satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016. Salah satunya mendalami proses pembahasan anggaran pengadaan satelit di Komisi I DPR RI.
"Yang pasti kita dalami, kasus Bakamla ini. Kita sudah masuk dalam aspek penganggarannya," kata Juru Bicara
KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu 27 September 2017.
Untuk menelusuri pihak yang ikut dalam pembahasan anggaran itu, penyidik memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Achmad Djuned pada Rabu 27 September 2017. Pada pemeriksaan itu, Djuned dicecar soal rapat pembahasan anggaran Bakamla di Komisi I DPR.
Bahkan dalam pemeriksaan, Djuned menyerahkan risalah rapat-rapat terkait pembahasan anggaran proyek Bakamla kepada penyidik. Nantinya, risalah rapat-rapat itu akan didalami penyidik untuk menguatkan bukti-bukti dugaan adanya kongkalikong dalam pembahasan anggaran tersebut.
"Apakah ada pihak lain yang akan didalami terkait proses penganggaran, tentu akan didalami," pungkas Febri.
Dalam kasus ini, Bakamla dan DPR sepakat memutuskan anggaran untuk pengadaan satelit monitoring sebesar
Rp400 miliar. Namun, anggaran itu dipangkas menjadi Rp220 miliar karena pemerintah melakukan penghematan.
Nofel Hasan yang merupakan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla merupakan orang kelima yang dijerat KPK dalam kasus ini. Diduga Nofel bersama dengan Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi selaku Kuasa Pengguna Anggaran menerima hadiah atau janji dari Dirut PT Merial Esa Fahmi Dharmawansyah dan dua anak buahnya yakni M Adami Okta dan Hardy Stefanus terkait pengadaan satelit monitor di Bakamla sebanyak USD 104.500 dari nilai kontrak sebesar Rp220 miliar.
Pada persidangan terdakwa Dirut PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Dharmawansyah mencuat informasi
adanya aliran dana sebesar enam persen dari nilai dua proyek senilai Rp400 miliar atau setara Rp24 miliar kepada Fahmi Al Habsy atau Ali Fahmi untuk dibagikan ke sejumlah anggota DPR. Diduga uang diberikan untuk memuluskan pembahasan anggaran di DPR.
Nama-nama yang disebut menerima aliran dana itu antara lain, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi, Balitbang PDI-P Eva Sundari dan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Bertus Merlas.
Ali Fahmi diketahui kader PDIP yang juga Direktur PT Viva Kreasi Investindo termasuk staf Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Arie Soedewo. Ali Fahmi telah berulang kali mangkir dari pemeriksaan baik di tingkat penyidikan ataupun pada proses persidangan. Hingga kini, KPK masih mencari tahu keberadaan Ali Fahmi yang disebut-sebut sebagai saksi penting untuk mengungkap aliran dana Fahmi Dharmawansyah ke sejumlah anggota DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)