Terpidana kasus suap Pinangki Sirna Malasari. ANT/Galih Pradipta
Terpidana kasus suap Pinangki Sirna Malasari. ANT/Galih Pradipta

Pinangki Masih Dapat Tunjangan 50% Saat Diberhentikan Sementara

Siti Yona Hukmana • 07 Agustus 2021 04:08
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) menyetop gaji jaksa Pinangki Sirna Malasari sejak pemberhentian sementara pada 12 Agustus 2020. Namun, Pinangki mendapat uang tunjangan.
 
"Dalam keputusan Jaksa Agung Nomor 164 Tahun 2020 juga memberhentikan sementara gaji terhadap Pinangki dan selanjutnya memberi hak kepada Pinangki untuk memberikan uang rincian sementara sebesar 50 persen dari tunjungan yang didapat," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers, Jumat, 6 Agustus 2021.
 
Namun, Leonard tidak mengungkap nominal yang diterima Pinangki. Leonard menyebut dengan pemberhentian sementara sebagai pegawai negeri sipil (PNS), otomatis jabatan Pinangki sebagai jaksa juga diberhentikan.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin resmi memberhentikan dengan tidak hormat jaksa nonaktif Pinangki Sirna Malasari. Pemberhentian tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 185 Tahun 2021. Kejagung memastikan tidak ada lagi fasilitas negara melekat pada terpidana kasus suap itu.
 
"Untuk fasilitas-fasilitas negara yang ada pada Pinangki tidak dipegang oleh Pinangki lagi, sudah ditarik dari Pinangki," ujar Leonard.
 
Leonard tidak membeberkan fasilitas negara yang ditarik dari Pinangki. Namun, dia memastikan Pinangki tidak pernah mendapat fasilitas kendaraan dinas meski menjabat sebagai pejabat eselon IV.
 
"Untuk kendaraan dinas enggak ada. Namun seperti biasa hal operasional betul, peralatan-peralatan operasional kedinasan tetap melekat ada di kantor pada saat di mana posisi Pinangki terakhir," ungkap Leonard.
 
(Baca: Kejagung Dinilai Lamban Berhentikan Pinangki)
 
Ada tiga pertimbangan Jaksa Agung mengeluarkan putusan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Kejagung itu. Pertama, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 10/pidsus-tpk/2021/ptdki pada 14 Juni 2021 telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
 
Pinangki dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang merupakan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan. Kedua, berita acara pelaksaan putusan pengadilan. Leonard menjelaskan hal itu biasa disebut dengan pidsus 38 pada 2 Agustus 2020 tentang pelaksanaan putusan DKI Jakarta.
 
Ketiga, sesuai ketentuan Pasal 87 ayat 4 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Pasal 250 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 7 Tahun 2020 tentang perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
 
Beleid itu menyatakan PNS diberhentikan dengan tidak hormat apabila dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
 
Pinangki terbukti bersalah menerima suap dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra. Saat itu, Djoko berstatus buronan.
 
Suap sebesar US$500 ribu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejagung agar Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi dua tahun berdasarkan puusan Peninjauan Kembali pada 11 Juni 2009. Pinangki juga turut menyusun rencana aksi (action plan) terkait pelaksanaan permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
 
Selain itu, Pinangki terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat. Kemudia, pembayaran kartu kredit dan membayar sewa dua apartemen di Jakarta.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan