Jakarta: Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membeberkan perilaku koruptif semakin menyebar di beragam tingkat. Kepala desa juga disebut kerap melakukan rasuah.
"Ternyata kepala desa itu sekarang juga mahal (melakukan korupsi) dan dilaporkan KPK," kata Laode dalam webinar bertajuk 'Politik Uang dan Korupsi di Indonesia', Kamis, 2 Juli 2020.
Meski laporan itu diterima KPK, kepala desa yang diduga melakukan rasuah hanya ditangani kepolisian setempat. Menurut Laode, kepala desa bukan unsur penyelenggara negara. Sehingga tidak bisa ditangani KPK.
Ia juga sempat membahas persoalan dana desa yang berpotensi munculnya perilaku korupsi. Hal itu telah dibahas bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) dan KPK.
Dalam rapat tersebut, lanjut Laode, Wakil Menteri PDTT Budi Arie Setiadi mengungkap fakta potensi terjadinya korupsi.
"Setiap dana desa itu tidak ada papan proyeknya, lembaga desa pengurusnya keluarga kepala desa semua, atau kepala desa pegang semua uang. Kalau bendahara itu hanya ketika ke bank saja. Perangkat desa yang jujur dan vokal biasanya dipinggirkan," tutur Laode.
Sejumlah kasus korupsi dana desa juga terungkap. Misalnya Kepala Desa Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang menggelapkan dana desa Rp400 juta. Kemudian Kepala Desa Probolinggo, Jawa Timur, yang mengantongi dana desa selama dua tahun senilai Rp1,5 miliar.
Dana desa disebut dikorupsi bisa lebih dari 50 persen. Angka ini lebih tinggi dari korupsi KTP-el yang dikorupsi 50 persen.
"Cara yang lain paling banyak 25 persen, tapi dana desa bisa sampai 50 persen atau bahkan lebih," ucap Laode.
Jakarta: Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membeberkan perilaku koruptif semakin menyebar di beragam tingkat. Kepala desa juga disebut kerap melakukan rasuah.
"Ternyata kepala desa itu sekarang juga mahal (melakukan korupsi) dan dilaporkan KPK," kata Laode dalam webinar bertajuk 'Politik Uang dan Korupsi di Indonesia', Kamis, 2 Juli 2020.
Meski laporan itu diterima KPK, kepala desa yang diduga melakukan rasuah hanya ditangani kepolisian setempat. Menurut Laode, kepala desa bukan unsur penyelenggara negara. Sehingga tidak bisa ditangani KPK.
Ia juga sempat membahas persoalan dana desa yang berpotensi munculnya perilaku korupsi. Hal itu telah dibahas bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) dan KPK.
Dalam rapat tersebut, lanjut Laode, Wakil Menteri PDTT Budi Arie Setiadi mengungkap fakta potensi terjadinya korupsi.
"Setiap dana desa itu tidak ada papan proyeknya, lembaga desa pengurusnya keluarga kepala desa semua, atau kepala desa pegang semua uang. Kalau bendahara itu hanya ketika ke bank saja. Perangkat desa yang jujur dan vokal biasanya dipinggirkan," tutur Laode.
Sejumlah kasus korupsi dana desa juga terungkap. Misalnya Kepala Desa Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang menggelapkan dana desa Rp400 juta. Kemudian Kepala Desa Probolinggo, Jawa Timur, yang mengantongi dana desa selama dua tahun senilai Rp1,5 miliar.
Dana desa disebut dikorupsi bisa lebih dari 50 persen. Angka ini lebih tinggi dari korupsi KTP-el yang dikorupsi 50 persen.
"Cara yang lain paling banyak 25 persen, tapi dana desa bisa sampai 50 persen atau bahkan lebih," ucap Laode.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)