Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Suharsono. Dia diperiksa sebagai saksi untuk mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) DI Budi Santoso.
Penyidik komisi antirasuah mendalami dugaan penerimaan uang proyek pengadaan pesawat dalam kasus dugaan korupsi proyek fiktif di PT DI.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi mengenai dugaan penerimaan sejumlah uang (kickback) terkait pengadaan pesawat," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Agustus 2020
Suharsono diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan rasuah penjualan dan pemasaran fiktif di PT DI periode 2007-2017. Lembaga Antirasuah sebelumnya mengumumkan dan menahan dua tersangka, yakni Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani.
Baca: Masa Penahanan Tersangka Korupsi PT DI Diperpanjang
Penjualan dan pemasaran fiktif itu diduga untuk menutupi kebutuhan dana PT DI demi mendapatkan pekerjaan di kementerian, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat. Uang tersebut nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
KPK mencatat kasus itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta. Kasus tersebut bermula pada awal 2008, tersangka Budi Santoso dan Irzal Rinaldi menggelar rapat bersama-sama dengan direksi lain yakni Budi Wuraskito (Direktur Aircraft Integration PT DI), Budiman Saleh (Direktur Aerostructure PT DI), dan Arie Wibowo (Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI).
Pada 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan antara PT DI yang dengan PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban.
Pada 2011, PT DI mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta. Jika dirupiahkan, totalnya sekitar Rp330 miliar.
Setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, KPK menduga sebagian uang juga masuk ke kantong pribadi direksi. KPK menyebut terdapat permintaan uang melalui transfer dan tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima Budi Santoso, Irzal Rinaldi, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Suharsono. Dia diperiksa sebagai saksi untuk mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) DI Budi Santoso.
Penyidik komisi antirasuah mendalami dugaan penerimaan uang proyek pengadaan pesawat dalam kasus dugaan korupsi proyek fiktif di PT DI.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi mengenai dugaan penerimaan sejumlah uang (
kickback) terkait pengadaan pesawat," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Agustus 2020
Suharsono diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan rasuah penjualan dan pemasaran fiktif di PT DI periode 2007-2017. Lembaga Antirasuah sebelumnya mengumumkan dan menahan dua tersangka, yakni Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani.
Baca:
Masa Penahanan Tersangka Korupsi PT DI Diperpanjang
Penjualan dan pemasaran fiktif itu diduga untuk menutupi kebutuhan dana PT DI demi mendapatkan pekerjaan di kementerian, termasuk biaya
entertainment dan uang rapat-rapat. Uang tersebut nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
KPK mencatat kasus itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta. Kasus tersebut bermula pada awal 2008, tersangka Budi Santoso dan Irzal Rinaldi menggelar rapat bersama-sama dengan direksi lain yakni Budi Wuraskito (Direktur Aircraft Integration PT DI), Budiman Saleh (Direktur Aerostructure PT DI), dan Arie Wibowo (Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI).
Pada 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan antara PT DI yang dengan PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban.
Pada 2011, PT DI mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta. Jika dirupiahkan, totalnya sekitar Rp330 miliar.
Setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, KPK menduga sebagian uang juga masuk ke kantong pribadi direksi. KPK menyebut terdapat permintaan uang melalui transfer dan tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima Budi Santoso, Irzal Rinaldi, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)