Jakarta: Pengusutan kasus dugaan korupsi perizinan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) beserta turunannya masih berlanjut. Setelah menetapkan lima terdakwa, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali membuka penyidikan dengan memanggil sejumlah nama baru untuk diperiksa.
Terbaru, Kejagung memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi izin ekspor CPO. Kemudian, Kejagung juga memanggil mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Langkah Kejagung ini dipertanyakan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Profesor Dr I Gde Pantja Astawa SH, MH. Ia menilai langkah Kejagung cukup mengherankan, mengingat kondisi minyak di pasaran sudah kembali normal.
"Sebetulnya kondisi sekarang kan sudah normal. Ini masalah lama yang diungkit. Saya hanya ingin memberikan warning saja kepada penegak hukum. Jangan sampai terkesan mengkriminalisasi sebuah kebijakan," ujar Gde Pantja Astawa, kepada Medcom.id di Jakarta, Rabu, 2 Agustus 2023.
Lebih lanjut Gde Pantja Astawa menegaskan pengambil kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, dalam hal ini adalah penjabat publik, termasuk jajaran kementerian dan presiden. Sebab, kebijakan tersebut merupakan hak-hak subjektif penjabat publik sebagai solusi menyelesaikan permasalahan.
"Karena yang namanya kebijakan itu adalah soal pilihan. Itu sepenuhnya hak-hak subjektif dari seorang menteri atau penjabat publik untuk menjawab satu persoalan konkret. Makanya tidak bisa dikriminalisasi, apalagi dituntut secara pidana. Hati-hati. Karena itu bukan masuk dalam wilayah pidana, tapi wilayahnya administratif. Itu sesuatu yang inherent kepada penjabat publik. Siapapun penjabat publik termasuk presiden," katanya menekankan.
Seperti diketahui, Menko Perekonomian Airlangga menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi ekspor CPO pada 24 Juli 2023. Selama pemeriksaan yang berlangsung 12 jam, ia diberikan 46 pertanyaan oleh penyidik Kejagung.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Kuntadi menjelaskan pemeriksaan terhadap Airlangga merupakan pengembangan lebih lanjut dari kasus korupsi ekspor CPO yang telah memiliki tiga tersangka koorporasi.
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan, Kejagung menilai perlu untuk memeriksa Menko Perekonomian terkait dengan berbagai kebijakan atau keputusan yang ditetapkan saat terjadi kelangkaan minyak goreng. Sebab, kelangkaan minyak telah terbukti menyebabkan kerugian keuangan negara.
Dalam kasus ini, ada tiga pihak yang terseret dan sudah dijadikan tersangka oleh Kejagung. Ketiganya yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Penetapan tersangka baru itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Saat putusan, MA memperberat vonis lima terdakwa kasus korupsi minyak goreng pada 12 Mei 2023.
Sejumlah pihak divonis bersalah dalam kasus korupsi minyak goreng. Pertama, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana divonis tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Kemudian, analis Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Dia divonis pidana satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Lalu, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor Dia divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Selanjutnya, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley. Dia divonis satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Terakhir, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Pierre divonis satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Jakarta: Pengusutan kasus dugaan korupsi perizinan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) beserta turunannya masih berlanjut. Setelah menetapkan lima terdakwa, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali membuka penyidikan dengan memanggil sejumlah nama baru untuk diperiksa.
Terbaru, Kejagung memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi izin ekspor CPO. Kemudian, Kejagung juga memanggil mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Langkah Kejagung ini dipertanyakan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Profesor Dr I Gde Pantja Astawa SH, MH. Ia menilai langkah Kejagung cukup mengherankan, mengingat kondisi minyak di pasaran sudah kembali normal.
"Sebetulnya kondisi sekarang kan sudah normal. Ini masalah lama yang diungkit. Saya hanya ingin memberikan warning saja kepada penegak hukum. Jangan sampai terkesan mengkriminalisasi sebuah kebijakan," ujar Gde Pantja Astawa, kepada
Medcom.id di Jakarta, Rabu, 2 Agustus 2023.
Lebih lanjut Gde Pantja Astawa menegaskan pengambil kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, dalam hal ini adalah penjabat publik, termasuk jajaran kementerian dan presiden. Sebab, kebijakan tersebut merupakan hak-hak subjektif penjabat publik sebagai solusi menyelesaikan permasalahan.
"Karena yang namanya kebijakan itu adalah soal pilihan. Itu sepenuhnya hak-hak subjektif dari seorang menteri atau penjabat publik untuk menjawab satu persoalan konkret. Makanya tidak bisa dikriminalisasi, apalagi dituntut secara pidana. Hati-hati. Karena itu bukan masuk dalam wilayah pidana, tapi wilayahnya administratif. Itu sesuatu yang inherent kepada penjabat publik. Siapapun penjabat publik termasuk presiden," katanya menekankan.
Seperti diketahui, Menko Perekonomian Airlangga menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi ekspor CPO pada 24 Juli 2023. Selama pemeriksaan yang berlangsung 12 jam, ia diberikan 46 pertanyaan oleh penyidik Kejagung.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Kuntadi menjelaskan pemeriksaan terhadap Airlangga merupakan pengembangan lebih lanjut dari kasus korupsi ekspor CPO yang telah memiliki tiga tersangka koorporasi.
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan, Kejagung menilai perlu untuk memeriksa Menko Perekonomian terkait dengan berbagai kebijakan atau keputusan yang ditetapkan saat terjadi kelangkaan minyak goreng. Sebab, kelangkaan minyak telah terbukti menyebabkan kerugian keuangan negara.
Dalam kasus ini, ada tiga pihak yang terseret dan sudah dijadikan tersangka oleh Kejagung. Ketiganya yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Penetapan tersangka baru itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Saat putusan, MA memperberat vonis lima terdakwa kasus korupsi minyak goreng pada 12 Mei 2023.
Sejumlah pihak divonis bersalah dalam kasus korupsi minyak goreng. Pertama, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana divonis tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Kemudian, analis Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Dia divonis pidana satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Lalu, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor Dia divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Selanjutnya, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley. Dia divonis satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Terakhir, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Pierre divonis satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)