medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) langsung menonaktifkan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono. Sudiwardono dinonaktifkan setelah dijadikan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Terhitung, mulai 7 Oktober yang bersangkutan diberhentikan sementara," kata Ketua Kamar Pengawasan MA, Sunarto di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu, 7 Oktober 2017.
Ia mengatakan, surat pemberhentiannya telah dikeluarkan. Namun, karena hari libur, surat akan ditandatangani pada Senin, 9 Oktober. Nantinya, Sunarto hanya menerima gaji pokok sebesar 50 persen atau sekitar Rp2,6 juta.
Sunarto melanjutkan, pihaknya bakal menginvestigasi lebih lanjut terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh Sudiwardono. Atasan langsung Sudiwardono, dalam hal ini Direktur Jendral Peradilan Umum disebut bisa dikenai sanksi jika terbukti lalai dalam pengawasan.
Namun, menurutnya, setelah ditelusuri informasi Direktur Jendral Peradilan Umum dan Direktur Jendral Badan Penegakan Umum sudah memberikan materi terkait pembinaan dan pengawasan. Salah satunya materi soal kepemimpinan efektif.
"Banyak yang bisa mengatur dan memerintah, tapi sedikit yang bisa berikan teladan. Namun demikian kami Senin akan memberikan keterangan lagnsung kepada dirjen peradilan umum terkait materi yang diberikan ketua PT tingkat banding ketika beliau membeirkan pembinaan dan pengawasan," ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara MA Suhadi cukup menyesali insiden penangkapan Sudiwardono. Meski begitu, ia menyatakan, hal ini juga merupakan bagian dari upaya MA yang bekerjasama dengan KPK untuk membersihkan hakim-hakim nakal.
"Saya juga sebagai Ketua Hakim Indonesia ingin menyampaikan ke rekan-rekan hakim dan aparatur MA, mari kita buka lagi pasal-pasal perauturan yang menjadi pedoman hakim dan aparatur pengadilan, ada pre-prasetya hakim Indoensia berjanji bahwa hakim menjunjung tinggi martabat hakim, kode etik hakim dan sanggup menerima sanksi bila melanggar," tegasnya.
Seperti diketahui Ketua PT Sulawesi Utara Sudiwardono tertangkap tangan menerima sejumlah uang dari anggota DPR Fraksi Golkar, Aditya Anugrah Moha. Dalam OTT tersebut, KPK menyita barang bukti uang senilai SGD64 ribu. Pemberian uang dari Aditya ke Sudiwardono dilakukan bertahap.
Uang yang diserahkan di Jakarta sebelum OTT senilai SGD30 ribu. Sebelumnya, pada pertengahan Agustus 2017, Aditya juga telah memberikan uang senilai SGD30 ribu kepada Sudiwardono di Manado.
Uang itu diduga terkait putusan banding perkara Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa kabupaten Bolaang Mongondow terhadap ibunda Aditya, Marlina Moha Siahaan.
Marlina pernah menjabat sebagai Bupati Bolmong selama dua periode, sejak 2001 hingga 2011. Marlina kemudian diketahui tersandung kasus korupsi dan diseret ke meja hijau dengan berkas perkara nomor 49/Pid.Sus-TPK/2016/PN Mnd.
Marlina kemudian divonis Pengadilan Negeri Manado dalam perkara penyalahgunaan dana Tim Panitia Penyusun Anggaran Daerah (TPPAD) Bolaang Mongondow Raya sebesar Rp1,2 miliar. Dia divonis pada Rabu, 19 Juli 2017.
Marlina divonis 5 tahun dan denda sejumlah Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Dia juga divonis untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,25 miliar subsider pidana penjara selama dua tahun.
Tak terima dengan putusan yang dibacakan Hakim Ketua Sugiyanto, Marlina mengajukan banding. Berkas banding Marlina masuk ke Pengadilan Tinggi Manado pada Senin, 24 Juli 2017.
Sebagai tersangka penerima suap, Sudiwardono disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Aditya sebagai pihak yang diduga pemberi suap disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) langsung menonaktifkan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono. Sudiwardono dinonaktifkan setelah dijadikan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Terhitung, mulai 7 Oktober yang bersangkutan diberhentikan sementara," kata Ketua Kamar Pengawasan MA, Sunarto di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu, 7 Oktober 2017.
Ia mengatakan, surat pemberhentiannya telah dikeluarkan. Namun, karena hari libur, surat akan ditandatangani pada Senin, 9 Oktober. Nantinya, Sunarto hanya menerima gaji pokok sebesar 50 persen atau sekitar Rp2,6 juta.
Sunarto melanjutkan, pihaknya bakal menginvestigasi lebih lanjut terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh Sudiwardono. Atasan langsung Sudiwardono, dalam hal ini Direktur Jendral Peradilan Umum disebut bisa dikenai sanksi jika terbukti lalai dalam pengawasan.
Namun, menurutnya, setelah ditelusuri informasi Direktur Jendral Peradilan Umum dan Direktur Jendral Badan Penegakan Umum sudah memberikan materi terkait pembinaan dan pengawasan. Salah satunya materi soal kepemimpinan efektif.
"Banyak yang bisa mengatur dan memerintah, tapi sedikit yang bisa berikan teladan. Namun demikian kami Senin akan memberikan keterangan lagnsung kepada dirjen peradilan umum terkait materi yang diberikan ketua PT tingkat banding ketika beliau membeirkan pembinaan dan pengawasan," ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara MA Suhadi cukup menyesali insiden penangkapan Sudiwardono. Meski begitu, ia menyatakan, hal ini juga merupakan bagian dari upaya MA yang bekerjasama dengan KPK untuk membersihkan hakim-hakim nakal.
"Saya juga sebagai Ketua Hakim Indonesia ingin menyampaikan ke rekan-rekan hakim dan aparatur MA, mari kita buka lagi pasal-pasal perauturan yang menjadi pedoman hakim dan aparatur pengadilan, ada pre-prasetya hakim Indoensia berjanji bahwa hakim menjunjung tinggi martabat hakim, kode etik hakim dan sanggup menerima sanksi bila melanggar," tegasnya.
Seperti diketahui Ketua PT Sulawesi Utara Sudiwardono tertangkap tangan menerima sejumlah uang dari anggota DPR Fraksi Golkar, Aditya Anugrah Moha. Dalam OTT tersebut, KPK menyita barang bukti uang senilai SGD64 ribu. Pemberian uang dari Aditya ke Sudiwardono dilakukan bertahap.
Uang yang diserahkan di Jakarta sebelum OTT senilai SGD30 ribu. Sebelumnya, pada pertengahan Agustus 2017, Aditya juga telah memberikan uang senilai SGD30 ribu kepada Sudiwardono di Manado.
Uang itu diduga terkait putusan banding perkara Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa kabupaten Bolaang Mongondow terhadap ibunda Aditya, Marlina Moha Siahaan.
Marlina pernah menjabat sebagai Bupati Bolmong selama dua periode, sejak 2001 hingga 2011. Marlina kemudian diketahui tersandung kasus korupsi dan diseret ke meja hijau dengan berkas perkara nomor 49/Pid.Sus-TPK/2016/PN Mnd.
Marlina kemudian divonis Pengadilan Negeri Manado dalam perkara penyalahgunaan dana Tim Panitia Penyusun Anggaran Daerah (TPPAD) Bolaang Mongondow Raya sebesar Rp1,2 miliar. Dia divonis pada Rabu, 19 Juli 2017.
Marlina divonis 5 tahun dan denda sejumlah Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Dia juga divonis untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,25 miliar subsider pidana penjara selama dua tahun.
Tak terima dengan putusan yang dibacakan Hakim Ketua Sugiyanto, Marlina mengajukan banding. Berkas banding Marlina masuk ke Pengadilan Tinggi Manado pada Senin, 24 Juli 2017.
Sebagai tersangka penerima suap, Sudiwardono disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Aditya sebagai pihak yang diduga pemberi suap disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)