medcom.id, Jakarta: Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala mewanti-wanti agar polisi berhati-hati dalam mengungkap tersangka kasus kematian Mahasiswa Universitas Indonesia Akseyna Ahad Dori. Dia tidak ingin kasus ini seperti pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Adrianus menjelaskan, polisi dalam menetapkan tersangka tak punya cara lain selain menganut model probabilitas terbesar atau kemungkinan terbesar pelaku yang terlibat. Hal itu bisa diambil dari bukti-bukti yang sudah diselisik selama ini.
"Polisi kan pakai pendekatan probabilitas terbesar. Kemungkinan-kemungkinan, dia cari mana yang paling besar terjadi pelaku-pelakunya. Itu yang dia jadikan sebagai tersangka," kata Adrianus di kantor ORI, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (12/10/2016).
Adrianus menjelaskan, polisi juga tidak bisa memaksakan diri menetapkan seorang sebagai tersangka. Bukti-bukti yang mendukung dalam menetapkan tersangka wajib hukumnya.
(Baca: Perjuangan Orangtua Mengungkap Pembunuh Akseyna)
Menurut dia, bila menetapkan tersangka dengan bukti-bukti yang dipaksakan, tersangka akan mengelak. Setelahnya, ia bisa melakukan pembelaan dengan segala cara karena bukti-bukti yang digunakan tidak kuat.
"Siap-siap (tersangka) melakukan pembelaan seperti Jessica, pembelaan yang meragukan," ungkap Kriminolog UI ini.
Namun, Adrianus yakin, polisi tidak akan gegabah menetapkan tersangka dalam kasus Akseyna. Dia percaya perkara ini sudah dimatangkan. Namun, dia menilai ada mata rantai yang hilang dan tak bisa ditutupi dalam kasus ini.
"Tapi, saya percaya kasus akan selesai. Tadi juga sudah ada beberapa nama yang kelihatannya itu akan dikejar," tegas dia.
medcom.id, Jakarta: Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala mewanti-wanti agar polisi berhati-hati dalam mengungkap tersangka kasus kematian Mahasiswa Universitas Indonesia Akseyna Ahad Dori. Dia tidak ingin kasus ini seperti pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Adrianus menjelaskan, polisi dalam menetapkan tersangka tak punya cara lain selain menganut model probabilitas terbesar atau kemungkinan terbesar pelaku yang terlibat. Hal itu bisa diambil dari bukti-bukti yang sudah diselisik selama ini.
"Polisi kan pakai pendekatan probabilitas terbesar. Kemungkinan-kemungkinan, dia cari mana yang paling besar terjadi pelaku-pelakunya. Itu yang dia jadikan sebagai tersangka," kata Adrianus di kantor ORI, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (12/10/2016).
Adrianus menjelaskan, polisi juga tidak bisa memaksakan diri menetapkan seorang sebagai tersangka. Bukti-bukti yang mendukung dalam menetapkan tersangka wajib hukumnya.
(Baca:
Perjuangan Orangtua Mengungkap Pembunuh Akseyna)
Menurut dia, bila menetapkan tersangka dengan bukti-bukti yang dipaksakan, tersangka akan mengelak. Setelahnya, ia bisa melakukan pembelaan dengan segala cara karena bukti-bukti yang digunakan tidak kuat.
"Siap-siap (tersangka) melakukan pembelaan seperti Jessica, pembelaan yang meragukan," ungkap Kriminolog UI ini.
Namun, Adrianus yakin, polisi tidak akan gegabah menetapkan tersangka dalam kasus Akseyna. Dia percaya perkara ini sudah dimatangkan. Namun, dia menilai ada mata rantai yang hilang dan tak bisa ditutupi dalam kasus ini.
"Tapi, saya percaya kasus akan selesai. Tadi juga sudah ada beberapa nama yang kelihatannya itu akan dikejar," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)