Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe/MI/Susanto
Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe/MI/Susanto

Unsur Kerugian Negara Kasus Lukas Enembe Diselisik KPK

Candra Yuri Nuralam • 16 Januari 2023 18:08
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kasus Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe tidak hanya berhenti pada dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. Lembaga Antirasuah turut mencari kemungkinan adanya kerugian negara dalam perkara tersebut.
 
"Tentu tidak hanya Pasal 5 dan Pasal 12B. Kemungkinan-kemungkinan penerapan-penerapan pasal-pasal lain, apakah pasal-pasal yang berhubungan dengan Pasal 2 atau Pasal 3 (kerugian negara)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 16 Januari 2023.
 
Ali mengatakan pengembangan dalam kasus Lukas sangat dimungkinkan. Termasuk, dugaan pencucian uang.

"Atau pun pasal-pasal tindak pidana pencucian uang, terus saat ini masih kami terus kumpulkan, kami terus kembangkan," ucap Ali.
 
Pendalaman dilakukan dengan memeriksa saksi dan mencari bukti. KPK sudah menjadwalkan pemeriksaan kepada sejumlah pihak terkait kasus Lukas.
 

Baca: Kasus Lukas Enembe, Firli Tegaskan KPK Tak Takut dengan Konsep Bekingan


"Ke depan juga masih terus kemudian kami lanjutkan, mengumpulkan dan melengkapi alat bukti untuk terus mengembangkan fakta-fakta yang sebelumnya kami peroleh," tegas Ali.
 
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
 
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
 
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
 
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
 
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
 
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
 
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan