medcom.id, Jakarta: Sidang praperadilan yang diajukan Richard Jost Lino atas penetapan tersangka oleh KPK digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim kuasa hukum Lino akan membacakan empat poin gugatan ke KPK.
Penyidik KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Pelindo II itu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan quay container crane (QCC) di PT Pelindo II. Sidang perdana praperadilan Lino sedianya digelar pada 11 Januari, namun ditunda hari ini karena saat itu pihak termohon tidak hadir.
"Hari ini kami akan bacakan permohonan," kata kuasa hukum Lino, Maqdir Ismail, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/1/2016).
Maqdir Ismail membacakan surat gugatan praperadilan R.J. Lino di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin 11 Januari 2016. Antara Foto/Reno Esnir
Berikut ini empat poin gugatan Lino ke KPK:
1. Tidak ada perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan R.J. Lino. Proses pengadaan QCC telah tujuh kali gagal.
Sejak Lino masuk dan menjabat Dirut PT Pelindo II, langsung mengambil kebijakan pengadaan QCC. Seluruh syarat untuk penunjukan langsung sudah terpenuhi.
2. Belum ada pembuktian atas kerugian keuangan negara yang dilakukan R.J. Lino. Syarat seseorang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi, harus ada kerugian keuangan negara.
Perhitungan kerugian keuangan negara harus dilakukan oleh ahlinya, dalam hal ini BPK, BPKP atau akuntan publik. KPK tidak mempunyai kewenangan itu.
3. Dalam Undang-Undang KPK Pasal 39 ayat (3), menyebutkan penentuan penyelidik, penyidik, dan pentutut umum yang menjadi pegawai KPK adalah yang diberhentikan sementara dari instansi Kepolisian dan Kejaksaan selama menjadi pegawai pada KPK.
Namun, faktanya data-data penyelidikan KPK terhadap PT Pelindo II pada 2013-2014 dilakukan oleh penyelidik KPK yang masih merangkap jabatan sebagai pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
4. Waktu penetapan tersangka kepada R.J. Lino yang hanya satu pekan. Penyelidikan tidak bisa serta merta menetapkan seseorang jadi tersangka.
Ada laporan tindak pidana korupsi per 8 Desember, kemudian per 15 Desember, KPK menetapkan R.J. Lino sebagai tersangka. Dalam kurun waktu sepekan, tidak mungkin dilakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti secara layak.
"Saya harap KPK langsung bisa memberikan jawaban," kata Maqdir.
KPK menduga Lino menyalahgunakan wewenang sebagai Dirut Pelindo II saat pengadaan QCC untuk memperkaya diri dan korporasi. Salah satu penyalahgunaan wewenang itu, Lino menunjuk langsung perusahaan asal Tiongkok untuk pengadaan tiga unit QCC.
Lino disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Sidang praperadilan yang diajukan Richard Jost Lino atas penetapan tersangka oleh KPK digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim kuasa hukum Lino akan membacakan empat poin gugatan ke KPK.
Penyidik KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Pelindo II itu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan quay container crane (QCC) di PT Pelindo II. Sidang perdana praperadilan Lino sedianya digelar pada 11 Januari, namun ditunda hari ini karena saat itu pihak termohon tidak hadir.
"Hari ini kami akan bacakan permohonan," kata kuasa hukum Lino, Maqdir Ismail, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/1/2016).
Maqdir Ismail membacakan surat gugatan praperadilan R.J. Lino di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin 11 Januari 2016. Antara Foto/Reno Esnir
Berikut ini empat poin gugatan Lino ke KPK:
1. Tidak ada perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan R.J. Lino. Proses pengadaan QCC telah tujuh kali gagal.
Sejak Lino masuk dan menjabat Dirut PT Pelindo II, langsung mengambil kebijakan pengadaan QCC. Seluruh syarat untuk penunjukan langsung sudah terpenuhi.
2. Belum ada pembuktian atas kerugian keuangan negara yang dilakukan R.J. Lino. Syarat seseorang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi, harus ada kerugian keuangan negara.
Perhitungan kerugian keuangan negara harus dilakukan oleh ahlinya, dalam hal ini BPK, BPKP atau akuntan publik. KPK tidak mempunyai kewenangan itu.
3. Dalam Undang-Undang KPK Pasal 39 ayat (3), menyebutkan penentuan penyelidik, penyidik, dan pentutut umum yang menjadi pegawai KPK adalah yang diberhentikan sementara dari instansi Kepolisian dan Kejaksaan selama menjadi pegawai pada KPK.
Namun, faktanya data-data penyelidikan KPK terhadap PT Pelindo II pada 2013-2014 dilakukan oleh penyelidik KPK yang masih merangkap jabatan sebagai pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
4. Waktu penetapan tersangka kepada R.J. Lino yang hanya satu pekan. Penyelidikan tidak bisa serta merta menetapkan seseorang jadi tersangka.
Ada laporan tindak pidana korupsi per 8 Desember, kemudian per 15 Desember, KPK menetapkan R.J. Lino sebagai tersangka. Dalam kurun waktu sepekan, tidak mungkin dilakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti secara layak.
"Saya harap KPK langsung bisa memberikan jawaban," kata Maqdir.
KPK menduga Lino menyalahgunakan wewenang sebagai Dirut Pelindo II saat pengadaan QCC untuk memperkaya diri dan korporasi. Salah satu penyalahgunaan wewenang itu, Lino menunjuk langsung perusahaan asal Tiongkok untuk pengadaan tiga unit QCC.
Lino disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)