Jakarta: Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur menjadi tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Kolaka Timur pada 2021. Rasuah ini diduga berhubungan dengan hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi serta dana siap pakai.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menerapkan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang mengatur hukuman mati bagi koruptor pada waktu bencana alam nasional kepada Andi. Pasalnya, kasus rasuah ini belum masuk ke tahap pemenangan proyek.
"Yang kami tangkap ini adalah pada saat pemberian hadiah atau janji barang berupa uang Rp250 juta melalui dua tahap Rp25 juta dan Rp225 juta agar dimenangkan pada tahap penentuan konsultan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 22 September 2021.
Menurut dia, Andi menerima suap dari Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur Anzarullah untuk memenangkan perusahaannya pada dua proyek. Namun, keduanya ditangkap saat perusahaan Anzarullah masih dalam proses pemilihan.
Baca: Bupati Kolaka Timur Langsung Ditahan Usai Ditetapkan Tersangka
"Proses konsultan atau penentuannya masih berjalan, belum ditentukan," ujar Ghufron.
Atas dasar itulah Andi dan Anzarullah bebas dari hukuman mati. Ghufron menyebut jika tindakan keduanya sudah masuk ke tahap pengesahan pemenang, Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor bisa digunakan.
"Kecuali, proses penentuan konsultannya sudah terjadi dan kemudian ada melawan hukum karena adanya suap ini baru bisa masuk ke Pasal 2 ayat 2," tutur Ghufron.
Meski begitu, Ghufron tidak menepis kemungkinan penggunaan pasal hukuman mati dalam tindakan rasuah Andi dan Anzarullah dalam pendalaman kasus. Lembaga Antikorupsi memastikan tidak akan pandang bulu.
"Apakah nanti memungkinkan ke Pasal 2 ayat 2 tentu masih kami akan proses lebih lanjut? Ini suap untuk proses pemenangan yang sedang berlangsung, belum selesai," ucap Ghufron.
Kasus ini bermula pada September 2021. Andi dan Anzarullah mengajukan dana hibah logistik dan peralatan kepada BNPB. Dari permintaan itu, Kolaka Timur mendapatkan dana hibah relokasi dan rekonstruksi Rp26,9 miliar serta dana siap pakai Rp12,1 miliar.
Anzarullah lalu meminta Andi mengatur beberapa proyek pekerjaan fisik untuk dikerjakan perusahaannya. Dari kongkalikong itu, ada kesepakatan jasa konsultasi proyek pembangunan dua jembatan di Kecamatan Ueesi dan jasa konsultasi pembangunan 100 rumah di Kecamatan Uluiwoi dikerjakan Anzarullah.
Andi manut dengan permintaan Anzarullah. Dari kesepakatan itu, Andi dijanjikan mendapatkan fee 30 persen dari jasa konsultasi proyek yang dikerjakan orang perusahaan Anzarullah.
Andi kemudian memerintahkan jajarannya agar jasa konsultasi proyek dimenangkan Anzarullah. Dari pemufakatan jahat itu, Andi diduga menerima uang bertahap hingga Rp250 juta dari Anzarullah.
Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999.
Andi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Jakarta: Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur menjadi tersangka kasus dugaan
penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Kolaka Timur pada 2021. Rasuah ini diduga berhubungan dengan hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi serta dana siap pakai.
Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) tak menerapkan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor) yang mengatur hukuman mati bagi koruptor pada waktu bencana alam nasional kepada Andi. Pasalnya, kasus rasuah ini belum masuk ke tahap pemenangan proyek.
"Yang kami tangkap ini adalah pada saat pemberian hadiah atau janji barang berupa uang Rp250 juta melalui dua tahap Rp25 juta dan Rp225 juta agar dimenangkan pada tahap penentuan konsultan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 22 September 2021.
Menurut dia, Andi menerima suap dari Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur Anzarullah untuk memenangkan perusahaannya pada dua proyek. Namun, keduanya ditangkap saat perusahaan Anzarullah masih dalam proses pemilihan.
Baca:
Bupati Kolaka Timur Langsung Ditahan Usai Ditetapkan Tersangka
"Proses konsultan atau penentuannya masih berjalan, belum ditentukan," ujar Ghufron.
Atas dasar itulah Andi dan Anzarullah bebas dari hukuman mati. Ghufron menyebut jika tindakan keduanya sudah masuk ke tahap pengesahan pemenang, Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor bisa digunakan.
"Kecuali, proses penentuan konsultannya sudah terjadi dan kemudian ada melawan hukum karena adanya suap ini baru bisa masuk ke Pasal 2 ayat 2," tutur Ghufron.
Meski begitu, Ghufron tidak menepis kemungkinan penggunaan pasal hukuman mati dalam tindakan rasuah Andi dan Anzarullah dalam pendalaman kasus. Lembaga Antikorupsi memastikan tidak akan pandang bulu.
"Apakah nanti memungkinkan ke Pasal 2 ayat 2 tentu masih kami akan proses lebih lanjut? Ini suap untuk proses pemenangan yang sedang berlangsung, belum selesai," ucap Ghufron.
Kasus ini bermula pada September 2021. Andi dan Anzarullah mengajukan dana hibah logistik dan peralatan kepada BNPB. Dari permintaan itu, Kolaka Timur mendapatkan dana hibah relokasi dan rekonstruksi Rp26,9 miliar serta dana siap pakai Rp12,1 miliar.
Anzarullah lalu meminta Andi mengatur beberapa proyek pekerjaan fisik untuk dikerjakan perusahaannya. Dari kongkalikong itu, ada kesepakatan jasa konsultasi proyek pembangunan dua jembatan di Kecamatan Ueesi dan jasa konsultasi pembangunan 100 rumah di Kecamatan Uluiwoi dikerjakan Anzarullah.
Andi manut dengan permintaan Anzarullah. Dari kesepakatan itu, Andi dijanjikan mendapatkan
fee 30 persen dari jasa konsultasi proyek yang dikerjakan orang perusahaan Anzarullah.
Andi kemudian memerintahkan jajarannya agar jasa konsultasi proyek dimenangkan Anzarullah. Dari pemufakatan jahat itu, Andi diduga menerima uang bertahap hingga Rp250 juta dari Anzarullah.
Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999.
Andi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)