Jakarta: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2 Tahun 2021 mengatur leasing dapat langsung menyita barang yang kreditnya bermasalah. Namun, putusan tersebut dikatakan tidak berbeda dengan aturan yang sudah berlaku sebelumnya.
"Tanpa ada putusan MK juga sebenarnya undang-undang sudah ada, bagaimana eksekusi sampai dikawal oleh Polri itu sudah jelas," ujar Ahli Hukum Pidana/Mantan Hakim Asep Iwan Iriawan dalam tayangan Metro Pagi Primetime di Metro TV, Kamis, 9 September 2021.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno Siahaan juga berpendapat serupa dengan Asep. Pada Putusan MK Nomor 18 Tahun 2019 menurutnya, penyitaan barang tidak harus dilakukan di pengadilan.
"Putusan MK (Nomor 2 Tahun 2021) menjelaskan kembali kepada masyarakat bahwa apa yang ditafsirkan masyarakat terhadap Putusan MK Nomor 18 Tahun 2019 itu eksekusi harus ke pengadilan itu tidak," kata Suwandi.
Suwandi menjelaskan debt collector dalam menyita barang kredit yang bermasalah harus dengan tata krama yang baik. Asep menyebut debt collector yang melakukan tindak kriminal adalah mereka yang tidak memiliki sertifikat.
"Beberapa perusahaan leasing yang menggunakan debt collector atau mata elang yang tidak bersertifikat, itu yang suka melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum," jelas Asep.
Debt collector ketika akan menyita barang kredit yang bermasalah harus mengantongi empat persyaratan. Keempat persyaratan tersebut yaitu surat kuasa, surat somasi, bukti yang menunjukkan dirinya bersertifikat dan sertifikat fidusia. (Widya Finola Ifani Putri)
Jakarta: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2 Tahun 2021 mengatur leasing dapat langsung menyita barang yang kreditnya bermasalah. Namun, putusan tersebut dikatakan tidak berbeda dengan aturan yang sudah berlaku sebelumnya.
"Tanpa ada putusan MK juga sebenarnya undang-undang sudah ada, bagaimana eksekusi sampai dikawal oleh Polri itu sudah jelas," ujar Ahli Hukum Pidana/Mantan Hakim Asep Iwan Iriawan dalam tayangan Metro Pagi Primetime di Metro TV, Kamis, 9 September 2021.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno Siahaan juga berpendapat serupa dengan Asep. Pada Putusan MK Nomor 18 Tahun 2019 menurutnya, penyitaan barang tidak harus dilakukan di pengadilan.
"Putusan MK (Nomor 2 Tahun 2021) menjelaskan kembali kepada masyarakat bahwa apa yang ditafsirkan masyarakat terhadap Putusan MK Nomor 18 Tahun 2019 itu eksekusi harus ke pengadilan itu tidak," kata Suwandi.
Suwandi menjelaskan debt collector dalam menyita barang kredit yang bermasalah harus dengan tata krama yang baik. Asep menyebut debt collector yang melakukan tindak kriminal adalah mereka yang tidak memiliki sertifikat.
"Beberapa perusahaan leasing yang menggunakan debt collector atau mata elang yang tidak bersertifikat, itu yang suka melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum," jelas Asep.
Debt collector ketika akan menyita barang kredit yang bermasalah harus mengantongi empat persyaratan. Keempat persyaratan tersebut yaitu surat kuasa, surat somasi, bukti yang menunjukkan dirinya bersertifikat dan sertifikat fidusia. (
Widya Finola Ifani Putri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)