Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M Syahrir. Syahrir diminta memberikan informasi terkait kasus dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) sawit di Kuantan Singingi (Kuansing).
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait rekomendasi pemberian izin HGU untuk PT AA (Adimulia Agrolestari), dan dugaan adanya aliran sejumlah dana atas penerbitan izin tersebut ke beberapa pihak terkait lainnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Rabu, 17 November 2021.
Ipi enggan memerinci total uang dan pihak-pihak yang menerimanya. Alasannya, menjaga kerahasiaan proses penyidikan.
Sementara itu, Syahrir membantah ada uang yang diterima pihaknya dalam pengurusan HGU sawit PT AA. Dia juga mengeklaim bawahannya tidak ada yang menerima uang tersebut.
"Enggak ada (pemberian uang dalam pengurusan izin)," ujar Syahrir.
Menurut Syahrial, masalah perizinan ini karena lahan sawit milik PT AA berada di dua batas wilayah berbeda. Sehingga, pengurusan izin harus ke dua wilayah.
"Plasma itu kan karena tadinya di Kampar, karena pemekaran wilayah jadi dua wilayah Kampar dan Kuansing, maka Kuansing juga minta tanah," ujar Syahrir.
Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
Baca: Kepala BPN Riau Diperiksa Terkait Suap Bupati Kuansing
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau
M Syahrir. Syahrir diminta memberikan informasi terkait kasus dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) sawit di
Kuantan Singingi (Kuansing).
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait rekomendasi pemberian izin HGU untuk PT AA (Adimulia Agrolestari), dan dugaan adanya aliran sejumlah dana atas penerbitan izin tersebut ke beberapa pihak terkait lainnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Rabu, 17 November 2021.
Ipi enggan memerinci total uang dan pihak-pihak yang menerimanya. Alasannya, menjaga kerahasiaan proses penyidikan.
Sementara itu, Syahrir membantah ada uang yang diterima pihaknya dalam pengurusan HGU sawit PT AA. Dia juga mengeklaim bawahannya tidak ada yang menerima uang tersebut.
"Enggak ada (pemberian uang dalam pengurusan izin)," ujar Syahrir.
Menurut Syahrial, masalah perizinan ini karena lahan sawit milik PT AA berada di dua batas wilayah berbeda. Sehingga, pengurusan izin harus ke dua wilayah.
"Plasma itu kan karena tadinya di Kampar, karena pemekaran wilayah jadi dua wilayah Kampar dan Kuansing, maka Kuansing juga minta tanah," ujar Syahrir.
Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
Baca:
Kepala BPN Riau Diperiksa Terkait Suap Bupati Kuansing
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)