Jakarta: Polisi memastikan pengungkapan kasus penyiram air keras kepada penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Novel Baswedan berdasarkan fakta dan alat bukti. Masyarakat diminta tidak beropini atas segala temuan, termasuk ditangkap dan ditetapkannya RM dan RB sebagai tersangka.
"Kita harus bekerja dengan bukti, bukan dengan opini dan persepsi," kata Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Listyo Sigit Prabowo di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Sabtu, 28 Desember 2019.
Listyo mengatakan pihaknya masih mendalami motif para pelaku. Polisi membutuhkan waktu agar keterangan tersangka bisa disesuaikan dengan fakta dan temuan di lapangan.
Dia berjanji kasus ini dibuka secara gamblang kepada publik. "Kami memahami apa yang ditunggu masyarakat, kami akan kerja secara cermat, tentunya kita transparan," ujar Listyo.
Listyo tidak segan menangkap tersangka lain jika ditemukan fakta dan bukti menjurus dalam kasus ini. Namun, semua harus berdasarkan fakta.
"Kalau ada fakta, ada perkembangan tersangka lain buat kita enggak ada masalah. Semuanya tentu harus ada pembuktian dan pengecekan antaran kesesuaian fakta dan lapangan dari apa yang kita dapat," tegasnya.
Dua orang tak dikenal menyiram Novel Baswedan dengan air keras pada Selasa, 11 April 2017. Penyidik senior KPK itu diteror usai salat Subuh di Masjid Jami Al Ihsan, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Dalam penyidikan, polisi mengolah tempat kejadian perkara (TKP) dan prarekonstruksi sebanyak tujuh kali. Total 73 saksi diperiksa. Penyidikan melibatkan Laboratorium dan Forensik (Labfor) dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis).
Polri era Kapolri Jenderal Tito Karnavian sempat membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang terdiri dari beragam ahli untuk membedah kasus Novel. Penyerangan ini disimpulkan terkait pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK.
Pengusutan kasus Novel kemudian dilanjutkan Tim Teknis yang bekerja mulai Kamis, 1 Agustus 2019. Namun, hingga kini kerja Tim Teknis yang berisikan beragam personel dengan kemampuan khusus itu belum dibuka kepada publik.
Presiden Joko Widodo telah mengultimatum Kapolri Jenderal Idham Azis untuk mengungkap penyerang Novel. Jokowi lalu mendapatkan laporan lengkap dari Idham pada Senin, 9 Desember 2019.
Jakarta: Polisi memastikan pengungkapan kasus penyiram air keras kepada penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Novel Baswedan berdasarkan fakta dan alat bukti. Masyarakat diminta tidak beropini atas segala temuan, termasuk ditangkap dan ditetapkannya
RM dan RB sebagai tersangka.
"Kita harus bekerja dengan bukti, bukan dengan opini dan persepsi," kata Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Listyo Sigit Prabowo di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Sabtu, 28 Desember 2019.
Listyo mengatakan pihaknya masih mendalami motif para pelaku. Polisi membutuhkan waktu agar keterangan tersangka bisa disesuaikan dengan fakta dan temuan di lapangan.
Dia berjanji kasus ini dibuka secara gamblang kepada publik. "Kami memahami apa yang ditunggu masyarakat, kami akan kerja secara cermat, tentunya kita transparan," ujar Listyo.
Listyo tidak segan menangkap tersangka lain jika ditemukan fakta dan bukti menjurus dalam kasus ini. Namun, semua harus berdasarkan fakta.
"Kalau ada fakta, ada perkembangan tersangka lain buat kita enggak ada masalah. Semuanya tentu harus ada pembuktian dan pengecekan antaran kesesuaian fakta dan lapangan dari apa yang kita dapat," tegasnya.
Dua orang tak dikenal menyiram Novel Baswedan dengan air keras pada Selasa, 11 April 2017. Penyidik senior KPK itu diteror usai salat Subuh di Masjid Jami Al Ihsan, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Dalam penyidikan, polisi mengolah tempat kejadian perkara (TKP) dan prarekonstruksi sebanyak tujuh kali. Total 73 saksi diperiksa. Penyidikan melibatkan Laboratorium dan Forensik (Labfor) dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis).
Polri era Kapolri Jenderal Tito Karnavian sempat membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang terdiri dari beragam ahli untuk membedah kasus Novel. Penyerangan ini disimpulkan terkait pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK.
Pengusutan kasus Novel kemudian dilanjutkan Tim Teknis yang bekerja mulai Kamis, 1 Agustus 2019. Namun, hingga kini kerja Tim Teknis yang berisikan beragam personel dengan kemampuan khusus itu belum dibuka kepada publik.
Presiden Joko Widodo telah mengultimatum Kapolri Jenderal Idham Azis untuk mengungkap penyerang Novel. Jokowi lalu mendapatkan laporan lengkap dari Idham pada Senin, 9 Desember 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)